Kamis, 31 Maret 2011

Cara Hasfa Publishing Memperingati Hari Kartini 21 April 2011

Cara Hasfa Publishing Memperingati Hari Kartini 21 April 2011


Dicari 21 Naskah untuk dibukukan

Waktu pelaksanaan

1- 21 April 2011

Peserta:

Umum

Tema

Peran Wanita di Era Digittal

Alamat mengirim

Naskah dikirim ke hasfriends57@gmail.com, dengan tittle WANITA-nama penulis.

Penilaian

1. Orisinalitas;

2. Gaya bahasa; dan

3. konseptual

Pengumuman pemenang

30 Mei 2011

Ketentuan-ketentuan

1. Naskah esai.

2. Naskah tidak pernah dipublikasikan di media cetak maupun elektronik.

3. Naskah ditulis di atas kertas ukuran A4, margin normal, 2 spasi, maksimal 3 halaman, Times New Romans 12 point, disertai fotenote / daftar pustaka bila terdapat rujukan atau kutipan.

4. 1 orang peserta hanya boleh mengirim maksimal 2 naskah.

5. Halaman akhir naskah dilengkapi dengan data pribadi ( nama, alamat, usia, no HP , kontak, email, dan no rekening -pribadi atau berwakil).

7. Setiap peserta diharuskan menulis isi pengumuman lomba ini di note FB masing-masing dengan men-tag 25 teman, fb hasfapublisher dan hasfriends

8. Naskah yang masuk menjadi milik panitia.

9. Keputusan panitia adalah kuat dan tidak dapat diganggu gugat.

Setiap penulis yang naskahnya dibukukan mendapatkan royalty 10% dari penjualan buku dibagi jumlah penulis (21 orang)

Salam Kebaruan. Selamat menulis!

Rabu, 30 Maret 2011

Berikut daftar seleksi sementara event mayasmara FF tema long distance love


Berikut daftar seleksi sementara event mayasmara FF tema long distance love

Terdapati 127 peserta/naskah terpilih dari 392 peserta.

Masih ada seleksi berikutnya, insya Allah akan diumumkan beberapa hari lagi.



1

Abang Ino

2

Adi Praseptiadi

3

Afin Yulia

4

Agnety Ghosby

5

Aisya Rifisani

6

Akhsane Taqweens

7

Amalia Masturah Safasna

8

Ananto Widhi Primantyo

9

Andri Setya Nugraha

10

Anèy Maysarah

11

Ani Rostiani

12

Anshari Al-Ghaniyy

13

Ari Kunto

14

Arif Zunaidi Riu Aj

15

Asep Supriyadi

16

Aslul Khitan

17

Asyifa Qirani

18

Ayue Zeen

19

Binta Al-mamBa

20

Bu Samodra

21

Bunda Haifa

22

Cahaya Hayati

23

Cahaya Penyayang

24

Chie AzuLa

25

Chintia Dewi

26

Cicik Sri Winarti

Bitmap

27

Danus Flpmalang

28

De Tri

29

Destriaji H. Permadi

30

Dheavannea Corner

31

Dian Nurkhasanah

32

Dian Onasis

33

Dian Sari Pangestuti

34

Diba Azzukhruf

35

Dila Saktika Negara

36

Dwi Sekarang Mah

37

Dwija Saptahadi

38

Ega Cheaumiezx

39

Ek Rkwt

40

Eko Aditya Rifai

41

Endang Ssn

42

Eneng Susanti

43

Eni 'shabrinaws' Pacitan

44

Euis Cholisoh

45

Fahira Afifayatul Haura

46

fakhrunniza'Ar Niza Mawarbiru

47

Fariz Noor Khotimah

48

Happy Rose

49

Hesti Daisy

50

Ida Fitrie Dwiyanto

51

Ika Ta'kan Putus Asa

52

Ikuta Lucy 亀梨

53

Indriani Indree

54

Ira Fauzia

55

Johan Ayah Syahel

56

Joko Saputra

57

Kun Sila Ananda

58

Lea Willsen

59

Lin Wulynne

60

Lingga S Ambarita

61

Lisna Ismi

62

Madre Kun

63

Mamah Ghulam Itu Linda

64

Mardiansyah Ntx

65

Mimi Catz

66

Muhammad Nizar Khalifi

67

Muhammad Rusydi

68

Nana Kheisya Cicio

69

Neng Sabila

70

NinisChan She IchiBan

71

Novi Kuspriyandari

72

Novitasari Susanti

73

Nunu El-fasa

74

Purwanty Syariefadnan

75

Rangga Sang Garuda

76

Ratna Wulandari

77

Renny Amelia

78

Revika Rachmaniar

79

Rihan Alveo

80

Rissa Aulian

81

Rizki Kéép Smilé

82

Rosi Meilani

83

Rosidah Abidin

84

Ry Fitri Keehl

85

Sayekti Ardiyani

86

Sayyidah Djauhar Murtafiah

87

Seruni Unie

88

Setia Wati

89

Setiani Imaningtias

90

Silvia Oktaresa

91

Sofi Bramasta

92

Susan Wulandari

93

Syaque Hikaritokusaikizoku Elsheeraknightvanrijkdom

94

Syarif Husni

95

Tethy Ezokanzo

96

Tiara Tya Andini

97

Tintin Syam

98

Tris Anova Arlim

99

Ummu Ghiffari Syamsudin

100

Ummu Nazma Hermawan

101

Bitmap

Vreemay Amoy

102

Widodo Tri Saputro

103

Widya Ningsih

104

Yudith Fabiola

105

Yuridista Putri Pratiwi

106

Zeckyu Cho Azkiyya

107

Risma Nur AlGhazalah

108

Anna Oktaviana

109

Dion Yulianto

110

Ikal Hidayat Noor

111

Jihadi Wamdi

112

Faiha Anshori

113

Faricha Hasan

114

Idkhol Jempol

115

Edelweiss Tsuraya

116

Novika Grasiaswaty

117

Dwi Endah Septyani

118

Lucky Andrian Sanusi

119

Nessa Meta Kartika

120

Tien Tarmurejo

121

Vita Sophia

122

Aras Sandi

123

Yayun Risnawati

124

Ahmad Pujianto

125

Wahyu Susanto

126

Nofi Zaiman

127

Desty Rosdianti

update peserta resensi Mayasmara


Mayasmara



Masyasmara, membuktikan bahwa realita hari ini adalah realita media, dan itu jagat maya yang eksistensinya tanpa batas primodial serta menerabas dimensi ruang dan waktu. Batas menjadi nisbi, persepsi menjadi imaji-realiti. Sementara rasa akankah mendapat ruang eksistensinya juga? Padahal rasa itu selama ini telah mendapat posisi yang begitu nyaman dan berkembang sebagai esensi terdalam seseorang.



Adalah Mayana Astari, putri sulung dari tiga bersaudara yang perempuan semua, dari keluarga yang merasa posisi sosialnya sebagai keluarga terhormat. Mayana gadis penurut yang tumbuh dalam kepatuhan kultur Timur yang telah dididik dan bergaul dalam kancah global. Maka Timur dan Barat, Utara dan Selatan menjadi samar eksistensi dan perannya. Sebagai penerus keluarga, entah dia sadar atau tidak, telah menjadi begitu patuh pada hampir semua ketentuan keluarga, sebagai institusi yang agung dan luhur, maka inginnya dipuja-puja sepanjang masa oleh setiap generasinya. Ketetapan keluarga telah menjadi sabda yang tak boleh disanggah. Ketika menjadi dewasa, Mayana pun ditentukan jodohnya oleh keluarga. Tak ada energi berontak sedikitpun. Seolah semua memang begitu adanya. Pematakudaan seluruh pandangan dan aspirasinya, selama ini telah terjadi di keluarga itu berabad silam. Demikian cerita para tetua keluarga, telah diinsulinkan ke dalam benak bawah sadar Mayana.



Ketika menghitung hari menuju pernikahannya, Mayana tersangkut pada pergaulan media sosialita dunia maya, yang sekian bulan ini menjadi bagian kehidupan pribadi dan sosialnya. Subyek yang selama ini berkonektiifitas itu telah memercikan sesuatu yang membuatnya terperangah. Keterperangah itu telah menyengat seluruh eksistensi kemanusia, dan memberi wacana baru yang membuat dirinya gelojotan. Kekaguman? Bukan hnya itu, walau telah merebakan begitu banyak kebaruan yang semestinya sudah tak boleh dibatahkan. Kebaruan itu menjadi hidup dan menghidupkan sebuah daya, daya yang sungguh eksplosif, mungkin bagai keperkasaan Merapi. Terpana? Bukan juga, walau dalam dirinya begitu banyak energi yang bersinergi tentang pandangan masa depan peran-peran subyek dan sosial yang nyaris tanpa batas horizon.



Mayana lemas, bukan lemah. Malah perkasa.



Dalam keterperangahn itu pun, rasa dalam diri Mayana tiba-tiba membenih berkecambah. Setiap yang hidup adalah dihidupkan oleh yang Mahahidup. Apakah rasa itu juga? Mayana tak peduli, ini sikap yang mulai mewarnainya. Padahal sejak kecil dia diajarkan untuk selalu menghitamputihkannya, maka mengambil peduli adalah sikap yang membatukannya. Mayana telah melakukan pergeseran. Keyakinan pada eksistensi peran dirinya yang jauh lebih luas dari sekadar batas keluarga meleleh.



Mayana mendefinisikan kembali yang selama ini telah menjadi titah wasiat, Dilakukannya bukan untuk peruntuhan, tetapi dialektika reinterpretasi sebagai keagungan manusia yang dianugerahkan budi dan daya yang difasilitasi teknologi. Pergeseran demi pergeseran merubah derajat persinggungan. Dan telah dianggap sebagai pemberontakan. Ketertekanan itu kita membakar energi terbarukan dalam diri Mayana. Dia meledak, tiga hari menjelang pernikahannya dia menyatakan batal.



Mayana menyata, bukan melawan. Malah menawan.



Siapakah subyek yang berkonektifitas dengan Mayana, yang telah membuat dirinya bergeser dan terus bergeser? Mantra seperti apakah yang telah disampaikannya, sehingga rasa yang terdalam itu telah berhasil di keluarkan dan memberi kebaruan yang aktual dalam keberdayagunaan dengan daya elastisitas yang begitu melenting? Mayana begitu mencair, seperti air yang mengisi setiap pori dan lerung terdalam. Walau dia tetap punya permukaan yang akan selalu datar di segala media dan kondisi.

Berhasilkah Mayana merealiasikan subyek dunia mayanya? Apakah realita maya juga adalah realita rasa di dalam diri seseorang? Atau realita maya memang dimensi sendiri yang bukan realita rasa?



MAYASMARA

ISBN 978-602-98187-1-0

Rp 35rb

Telah hadir di agen/toko buku& togamas tertentu. atau bisa beli online

Silakan tulis nama/alamat/jumlah/judul buku yang dipesan ke inbox fb hasfapublisher atau sms 081914032201.





berikut info lombanya:

http://www.facebook.com/note.php?note_id=134938529908845



Berikut update peserta QUIZ dan Resensii mayasmara yang sudah masuk.Masih ditunggu bagi yang belum masuk, deadline hari ini 30 Maret 2011 jam 24.00 WIB



Sri Wahyuti

Istiqomah

Dwi Aprillytanti

Farihayati

Murti Yuliastuti

Widyaning

Ana Oktaviana

Inayawati

Yayun Risnawati

Rikhanah

Siwy Mega

Sari Susetya

Mieny Angel

Kamis, 24 Maret 2011

Pengumuman 1,2,3 FF Jodoh



Terima kasih atas partisipasi teman-teman semua.

Sungguh di luar dugaan jumlah pesertanya. Namun akhirnya kami harus menetapkan tiga tulisan yang berhak mendapat hadiah.

Seluruh FF yang dikirim sangat beragam, dari gaya penulisan dan pengembangan konsepnya. Namun terlalu banyak yang tidak berhasil ke luar dari lingkaran kebekuan. Sehingga tidak berhasil menyajikan kebaruan yang diharapkan.

Namun selalu ada jalan ke luar, dan tak ada perbuatan yang sia-sia. Jadi teruslah menulis, dan menulislah terus. Kemenangan adalah hanya ada pada mereka yang terus dan terus, dan terus berusaha.

Selamat kepada yang menang, selamat untuk seluruh peserta. Selamat menulis.



Secara berturut-turut, berikut pemenang 1,2,3 nya:

276 KESHA - Dila Saktika Negara

28 TANTANGAN - Dyah Prabaningrum

213 Lelaki yang Matanya Tertusuk Duri-Yadhi Rusmiyadi Jashar



Hadiah akan dikirimkan ke alamat pemenang bersama buku antologinya yang insya Allah akan terbit awal Mei 2011.



Terimakasih

Salam kebaruan

Rabu, 23 Maret 2011

Mengenal penulis buku Turbulensi


Tentang Pengarang
Sigit Rais lahir di Bandung pada tanggal 22 Desember 1984 dari pasangan Tubagus Agus Suhara dan Iis Triani. Sejak kecil menyenangi bidang sastra, seni rupa, dan seni peran. Sambil belajar mendalami dunia aksara, tulisannya pernah dipublikasikan dalam tabloid Fantasi, Pikiran Rakyat, Radar Bandung, Bandung Post, Lampung Post, Gaul, BEN! Yogyakarta, buletin Literat, Dinamika & Kriminal, buletin Pawon Solo, majalah sastra dan seni Aksara, majalah Islam Message, majalah HAI, majalah Cerita Kita, majalah Say.
Buku-buku yang pernah diterbitkan, antara lain Jadi Jutawan dari Hobi (Indonesia Tera, 2009), Si Dodol vs Si Gokil (Kubus, 2009), Green Jomblo (Azka Media, 2009), 99 Bisnis bagi Pensiunan (Penebar Plus, 2009), Hobi Asyik Jadi Profit (2010), ON/OFF Cinta Pertama (Insist Press, 2005), Roh: Kumpulan Puisi Penyair Bali-Jawa Barat (Bukupop, 2005), manuskrip kumpulan puisi tunggal Parade Kegelapan (2005), kumpulan puisi Pagi di Buntiris (Selasar, 2005), kumpulan puisi Untuk Ibu (Selasar, 2005), Dari Karya Selebritis hingga Penulis Islami (2006), kumpulan puisi dan essai Ode Kampung (Rumah Dunia, 2006), antologi puisi Jogja 5,9 Skala Richter (Bentang, 2006), 142 Penyair Menuju Bulan (KSSB, 2007), dan Nyanyian Para Kelana (KSSB-ASAS, 2007).
Karya-karya puisinya mendapatkan penghargaan Puisi Terbaik II Lomba Cipta Puisi Hari AIDS Internasional Institut Perempuan-UNICEF (2004) dan Puisi Terbaik III Sayembara Menulis Puisi Remaja Tingkat Nasional Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2006). Selain itu, beberapa cerpennya pun ikut serta menjadi finalis dalam beberapa lomba menulis cerpen, antara lain lomba cerpen antarmahasiswa di UNISBA dan ITB, serta lomba cerpen Srikanda Apresiasi Sastra.
Di bidang seni rupa, karyanya pernah diikutsertakan dalam pameran puisi visual di Universitas Airlangga (2006) serta vignet dan karikatur karyanya dimuat di beberapa penerbitan buletin di kampusnya. Di bidang seni peran, ia pernah mementaskan puluhan judul drama, kabaret, performance art, monolog, deklamasi, dan dramatisasi puisi, antara lain Epilepsi (1996), Masyitoh Abad XXI (2000), Cerita Cinta (2001), BOM (2002), Kapai-kapai (2002), Mundinglaya (2002), Sisit Kadal (2004), Petang di Taman (2005), pergelaran puisi Kanigara Senja (2003), Sajak Orang Gila (2003), dan lain-lain. Di samping itu aktif pula membuat film pendek bersama Nixmax Studio. Dua karyanya, yaitu The Black Death dan SKRIPSI pernah ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta lokal.
Semasa sekolah aktif berkegiatan di Teater Anak-anak SMU 6 Bandung (TERASE 06), subbidang penerbitan HIMA SATRASIA, Badalohor, Komunitas Selasar, Mnemonic Gank-Mnuliz, dan aktif mengajar seni peran untuk anak-anak yang tergabung ke dalam Qoeja art club. Selain pernah aktif sebagai pemimpin redaksi serta ilustrator buletin Literat, saat masih kuliah aktif juga di buletin Qalam Rata sebagai redaktur cerita pendek, dan sebagai penata letak di media Selasar.
Mendapat pendidikan formal dari TK Aisyiyah 11 Bandung (1989-1990), SDN Sarijadi 3 Bandung (1990-1996), SLTPN 15 Bandung (1996-1999), dan SMUN 6 Bandung (1999-2002). Kemudian melanjutkan studinya di Program Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS Universitas Pendidikan Indonesia (2002-2006). Selesai dengan sebuah karya skripsi berjudul Potret Perburuhan dalam Teks Drama Sobrat Karya Arthur S. Nalan.
Seusai kuliah, ia bekerja sebegai editor buku sejak tahun 2006 s.d. 2009. Kini bekerja dan tinggal di Jakarta.

Ada Apa Dengan Puisi

Ada Apa dengan Puisi?



Sungguh sulit meletakkan puncak kegairahan estetik dalam puisi modern kita belakangan ini. Dalam sebuah perbincangan tak resmi Hasif Amini–penjaga rubrik puisi di harian Kompas–mengamini lontaran saya perihal begitu kurang dinamisnya puisi jika dibandingkan dengan prosa.



Booming penerbitan yang nampak dalam lima tahun terakhir tak urung menggoda para penyair untuk hijrah sejenak dalam kepenulisan prosa, mulai dari cerita yang maunya dikonstruksikan menjadi bacaan sastra maupun sekedar deuce et etile- hiburan saja. Sah-sah saja, karena ini urusan pilihan. Budi Darma dalam Solilokui (1984) mengatakan semua pengarang hakekatnya adalah penyair.



Pertanyaan mengusik, benarkah perkembangan puisi kini tinggal reproduksi penyair-penyair sebelumnya? Atau seperti ujaran penyair Jamal D. Rahman, apa yang tersisa kalau hampir segala perambahan pengucapan puitik sudah dilakukan? Benarkah puisi sudah hilang daya tariknya sehingga meski antologi puisi dan rubrik puisi diterbitkan kedudukannya berhenti secara estetik?



Benarkah usaha untuk mengkomodifikasi puisi dari sudut pandang sosialisasinya sudah tidak menarik lagi dibandingkan cerpen dan novel yang karena pencapaiannya dapat merengkuh lebih banyak pembaca? Benarkah meskipun setiap masa yang konon melahirkan sejarah sastranya masing-masing, kerja kritik sastra sudah tak sanggup menampung lantaran begitu banyak jumlah penyair yang muncul?



Pertanyaan-pertanyaan demikian seketika muncul di benak publik masa kini yang masih terpesona kepada pembaruan daripada kedalaman, apalagi kebermainan. Padahal jika mau mencatat kebaruan, almarhum penyair Saut Sitompul (meninggal 2004) cukup punya kecenderungan itu dengan siasat menyelipkan ritme chanting di tengah bait puisinya di samping ia sendiri punya kredo singkat: tulis! Saut tak tercatat lantaran ia berkarya dengan cara tak lazim: menjadi penyair jalanan sehingga namanya terluputkan para pemawas sastra yang masih berparadigma lama.



Ekspetasi melulu kepada kebaruan, tak disadari membuat kerja budaya kehilangan arah. Penerbitan buku Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia, misalnya. Buku susunan Korrie Layun Rampan ini menunjukkan betapa sulitnya menemukan pembaruan sejarah sastra kita. Buku ini menimbulkan keraguan antara leksikon entri pengarang atau kajian sastra mutakhir dari berbagai genre.



Berbeda dengan peneliti sastra Pamusuk Eneste yang tak mau buru-buru menetapkan siapa yang berhak menyandang predikat “sastrawan masa depan” dengan menerbitkan buku entri pengarang (Buku Pintar Sastra, Leksikon Sastra) dan bibliografi dibandingkan Korrie yang tampak bingung sendiri menentukan “garda depan” sastrawan modern kita. Dampak lainnya -meminjam istilah musik “the singer not the song”- yaitu dengan mudahnya kita menyebut sekian banyak nama pengarang, tapi sulit menyebut siapa yang paling menonjol.



Apresiasi puisi menjadi sunyi. Puisi kembali hakikatnya menjadi sekedar bunyi lantaran apresiasi terhadap perkembangannya jarang dilakukan. Catatan terakhir dari estetik puisi mungkin baru Radhar Panca Dahana yang menyebut “puisi hampir tak berjarak dengan prosa” (esai Dunia Prosa, Kompas, 27 Juli 2003). Selebihnya hanya mencatat sebagian kecil dari fenomena tertentu, misalnya metafora seks yang juga masuk ke dalam puisi.





Komunitas puisi di berbagai tempat memang tumbuh seperti Berkat Yakin (Lampung), BlockNot Poetry (Jogja), Riau, Dokarim (Aceh), dan lainnya. Atau di tingkat publikasi, penyair Karsono H. Saputra (penerbit WWS dan Bukupop) punya komitmen mengharukan menerbitkan pelbagai buku antologi puisi Indonesia, mulai dari sajak-sajak reflektif sampai ringan dalam ukuran pocket books (buku saku). Kendala keterbatasan akses selain pemawas sastranya sendiri yang selalu membandingkan dengan zaman dulu tetap ada akibat perkembangan kritik sastra yang lahir pasca H.B Jassin gagal membuka kekuatan dan kelemahan penyair dengan melulu menjadi pujian. Sastra hanya mampu mencatat nama dan riwayat pengarang tanpa kesempatan mencatat nilai-nilai, apalagi menyusun pemikirannya.



***

Bolehlah Sutardji Calzoum Bachri dalam Puisi Estafet (Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001) mengatakan generasi puisi berikut masih memegang tongkat estafet generasi pendahulunya. Tapi, akibat perhatian yang melulu terpesona kepada pembaruan, sebetulnya nyaris menutup mata kita sendiri untuk bekerja lebih serius menelaah karya-karya yang sudah ada.



Puisi sebetulnya tak cukup dengan urusan kebaruan. Pilihan sang penyair kepada suatu genre juga perlu diperhatikan. Jika tidak, puisi akan terus dianggap mandek. Padahal bukan tak mungkin suatu saat kemasan puisi ke berbagai bentuk seni lain mampu mencapai pengucapan baru yang mandiri.



Bukankah para penyair yang sudah menjadi kanon mengawali dirinya dengan eksperimen? Bukankah puisi itu sendiri tak mungkin lahir dari ruang kosong, bak perkataan Adolfo Sanchez Vasquez yaitu “sastra lahir dalam kekinian dan kedisinian yang konkret” (Art and Society, Merlin Press, London, 1973)?



Kerja budaya dalam puisinya sendiri bukan berarti sudah beres. Setelah melulu dianggap sebagai “pemegang tongkat estafet”, urusan lain yang sebenarnya masih dapat diupayakan sebagai titik tolak pembaruan puisi juga belum ada.



Puisi terjerembab menjadi konsumsi panggung deklamasi setelah gagal mengarungi kekuatan tekstual. Apalagi tak banyak yang memerhatikan publikasi lain yang sebetulnya berpeluang misalnya musikalisasi puisi, memanfaatkan teknologi: permainan tipografi (salah satunya pernah dilakukan Cyberpuitika), film puisi seperti yang dilakukan sutradara Lars Buchel dan penyair Anne Rostanberg (keduanya dari Jerman), film animasi dalam video klip seperti yang dilakukan MTV di era 1990-an dengan menerjemahkan puisi bergaya Victorian ke dalam bentuk gambar, sampai menampilkan kutipan puisi ke dalam ponsel sehingga penyair kelak juga mendapat royalti bak penyanyi yang lagunya dibuat menjadi ring tone (ini sekedar analogi).KOlaborasi puisi menjadi film pun di Jerman selain membuka peluang baru juga menimbulkan polemik yang justru memerlihatkan kerja puisi menjadi dinamis. Misalnya perlukah puisi Goethe yang diterjemahkan ke film membuat puisinya jadi lebih baik atau sebaliknya? Bukti lain (akibat kerja puisinya sendiri yang kurang progresif) tak banyak lagu bagus sekarang yang syairnya digarap penyair atau ditulis secara puitik.





Contoh di atas memang bukan semata kerja penyair seorang diri. Diperlukan keterbukaan dirinya di bidang lain di samping mendapat bantuan dari para maecenas. Pertanyaannya, mengapa belum banyak ditempuh cara lain untuk meningkatkan harga puisi ?



Tiada hal lain yang bisa dilakukan kecuali perbaikan kerja sastranya sendiri di samping pengamatan yang mampu melontarkan karya dalam ruang kosong.



(Oleh Donny Anggoro di nasional.kompas.com, dari sastra-indonesia.com)

Penjaga Taman Sastra Indonesia

Penjaga Taman Sastra Indonesia



Jakarta, 14 Januari 1964 Saudara Pram,

Surat Saudara tanggal 28 Desember 1963 yang panjang 12 halaman telah saya baca dengan sabar dan tenang. Saya berdoa semoga Saudara kembali waras dan penyakit Saudara tidak berlarut-larut hingga jiwa Saudara tidak tertolong lagi.

Sesuai dengan permintaan Saudara, bersama ini 2 (dua) map berisi dokumen-dokumen yang Saudara minta simpan oleh saya tempo hari dan 1 (satu) kitab catatan kakek Saudara. Memoir Saudara tempo hari telah diambil kembali oleh Saudara melalui Hidajat Wikantasasmita dan Pier Santoso (tanggal 24 Januari 1962 dan 27 November 1963).

Harap Saudara terima dengan baik dan dalam keadaan tiada kurang suatu apa.



Selamat Tahun Baru buat seluruh keluarga.

Demikian surat yang ditulis H.B. Jassin kepada Pramoedya Ananta Toer pada suatu hari tahun 1964. Surat itu menyiratkan kejengkelan Jassin terhadap Pramoedya. Namun, kemarahan itu bisa dimaklumi. Saat itu keduanya tengah terlibat konflik yang terpicu karena Manifes Kebudayaan. Pram, bersama seniman Lekra lainnya, menganggap Jassin dan para penanda tangan manifes itu sebagai gerakan antirevolusi.

Politik bisa mengubah segalanya. Semula Pram menganggap Jassin sebagai sang guru. Namun, dalam perkembangan berikutnya, di mata Pram sosok guru itu lantas luntur. “Sebagai guru, dia gagal total karena ajarannya tidak mengangkat pembelaan manusia yang seharusnya ia lakukan,” kata Pram. Yang dimaksud Pram adalah sikap Jassin yang dianggap tidak membela kaum Tionghoa setelah peristiwa G30S meletus pada 1965.

Padahal, menengok ke belakang, Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu pengarang produktif yang lahir dari “tangan” Jassin. Ketika revolusi kemerdekaan meletus, saat itu Pramoedya, yang baru keluar dari bui, mengaku sering berdiskusi dan mempelajari karya-karya ataupun kritik Jassin. Saat itu, Pram menganggap Jassin sebagai guru.

Sepucuk surat yang ditulis H.B. Jassin kepada Pramoedya Ananta Toer yang tengah mendekam di dalam bui setengah abad silam bisa menjadi bukti. Dalam surat yang bertanggal 10 November 1949 itu, Jassin mengabarkan bahwa tiga buah cerita pendek milik Pram telah dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia, yang dipimpinnya.

Di akhir suratnya, Jassin menulis sebaris kalimat simpatik:

Kapan Saudara keluar? Persetujuan sudah tercapai. RIS akan dibentuk 1 + bulan lagi. Kirimlah terus naskah-naskah lagi kalau ada. Bersama ini saya kirimkan juga 3 eksemplar Mimbar Indonesia yang memuat cerita-cerita pendek Saudara.

Betapapun, secarik kertas itu teramat berharga bagi sang penerima.

Kegiatan surat-menyurat itu hanyalah satu dari sekian ratus surat yang pernah ditulis dan dikirim H.B. Jassin kepada koleganya. Sepanjang hidupnya, di mana pun dia berada, tak terkecuali saat di luar negeri, Hans—demikian panggilan akrabnya—melakukan korespondensi. Kegiatan itu tak terbatas dilakukan dengan kalangan sastrawan, tapi juga wartawan, mahasiswa, atau orang awam. Seperti suratnya kepada Pramoedya, secara umum soal sastra kerap menjadi tema perbincangan mereka. Namun, bukan berarti soal-soal lain, misalnya kabar tentang keluarga dan hal-hal menarik lainnya, tidak menjadi bahan diskusi. Latar belakang dan kehidupan pengarang tentu merupakan hal penting buat Jassin dalam menulis kritik sastranya.

Surat-suratnya merupakan ajang pertukaran buah pikirannya dengan sastrawan lainnya. Melalui surat-suratnya, Jassin membahas karya sastra dan keadaan yang ikut mempengaruhi. Surat juga merupakan sarana buatnya dalam memburu karya-karya sastrawan yang belum dimilikinya. Hal itu tak hanya berlaku pada penulis senior, tapi juga penulis-penulis muda. Jassin sering kali meminta kembali naskah penulis pemula yang dicetak di majalah itu untuk disimpannya sebagai dokumentasi. “Data sastrawan terekam dengan baik sejak dia muda dan sebagai pemula,” kata Hamsad Rangkuti, Pemimpin Redaksi Horison. Jassin juga rajin dan tekun mengumpulkan kliping berbagai tulisan-tulisan yang berkait dengan kesusastraan.

Hasilnya? Ribuan lembar dokumentasi yang penuh—dan ditata dengan rapi—di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin di kompleks Taman Ismail Marzuki, Jakarta, menjadi saksi kegigihan dan ketabahannya dalam mengikuti perjalanan sastra Indonesia.

Lahir di Gorontalo pada 31 Juli 1917, Hans Bague Jassin—putra pasangan B.M. Jassin dan Habibah—memang sudah lekat dengan bacaan sejak kecil. Sang ayah secara langsung membentuk Jassin kecil menjadi seorang kutu buku. Untuk melatih kemampuannya membaca, Jassin kecil sering diminta untuk membacakan keras-keras koran berbahasa Belanda saat sang ayah beristirahat di siang hari.

Namun, Jassin bukanlah anak yang manis. Setelah mahir, sesekali ia sering mencuri kesempatan untuk membaca buku-buku milik ayahnya. Jamadi—nama kecil Jassin—melahap bacaan koleksi ayahnya, macam Roos van Batavia dan Melati van Agam. Bahkan, ia juga membaca buku-buku dewasa, termasuk serial Sexueel Zeden in Woord en Beeld, kitab yang mengupas tingkah laku seksual dalam kata dan gambar.

Saat duduk di kelas empat HIS, Jassin mulai bersentuhan dengan sastra. Roman karya Max Havelaar, Saijah dan Adinda, merupakan buku sastra yang pertama kali dibacanya. Walau belum bisa menangkap keindahannya, rangkaian cerita buku itu berhasil menerbitkan minatnya terhadap sastra. Saat itu pula ia mulai menulis puisi yang lahir karena kekagumannya terhadap teman wanitanya. Itulah penggalan awal yang kemudian menyeret Jassin ke dalam pusaran kesusastraan.

Beranjak remaja, Hans mulai berkenalan dengan sastra Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman saat ia duduk di bangku HBS Medan, pada 1933. Pada saat bersamaan, ia mulai terlarut dengan sastra karya negeri sendiri. Dari majalah sastra Pujangga Baroe, ia menemukan karya-karya Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, Armijn Pane, dan Sanusi Pane. Baginya, karya-karya sastrawan negerinya tak kalah dengan sastra Belanda.

Tujuh tahun kemudian, atas ajakan Sutan Takdir Alisjahbana, Jassin bergabung dengan Balai Pustaka. Di sana Hans bergabung dalam tim peresensi bersama dengan sastrawan yang terkenal saat itu. Mereka menilai karya sastra yang kemudian dimuat di beberapa majalah—pekerjaan yang amat dicintainya dan dilakukannya dengan sungguh-sungguh. Pekerjaan itu pula yang membuat Jassin memperoleh banyak pelajaran, termasuk saat harus “berkelahi” dalam menilai sebuah karya sastra.

Misalnya, saat Chairil Anwar menyerahkan sajaknya. Menurut Jassin, sajak-sajak yang ditulis Chairil pada Oktober 1942 itu layak dipublikasikan di Panji Pustaka, sementara menurut Armijn Pane, sajak Chairil terlalu menonjolkan individualisme penulisnya. Elemen kebaratan Chairil yang tampil jelas dalam sajaknya tidak tepat dimasyarakatkan saat itu. Satu hal yang bertentangan dengan slogan kebersamaan Asia Raya.

“Saya melihat pengaruh ekspresionisme dalam karyanya. Lihatlah baris-baris yang terdiri dari satu atau dua kata dalam sajak yang berjudul 1943: “Mengaum! Mengguruh!” kata Jassin. Bagi Jassin, sajak-sajak Chairil lahir dari sebuah proses pengendapan yang berlangsung matang, dan kematangan sajak itu dilalui berbagai pikiran dan perasaan.

Perjuangan itu berbuah hasil. Akhirnya, sajak Aku bisa dimuat di Panji Pustaka, dengan judul yang terpaksadiubah menjadi Semangat. Nama Chairil Anwar melejit bak meteor. Pada 1945, ketika Pantja Raja terbit menggantikan Panji Pustaka, sajak-sajak Chairil mulai bertaburan. Namanya semakin menjulang.

Tanpa disadari, Jassin telah memunculkan sosok dan pengaruh Chairil Anwar yang kuat dalam peta sastra Indonesia. Saat itulah dirinya mulai menjelma menjadi seorang kritikus sastra yang awas dan jeli. Selanjutnya, ia turut membesarkan nama-nama sastrawan muda.

Pengarang lain yang secara tidak langsung menjadi besar karena sentuhan Jassin adalah N.H. Dini. Sejak cerita pendeknya yang berjudul Pendurhaka dimuat di majalah Kisah, Dini dan Jassin berkomunikasi melalui surat-menyurat. Dari korespondensi itu, Dini sebagai pengarang muda memperoleh banyak pelajaran dari orang yang dianggap sebagai seniornya.

Jassin menjadi ikon dalam sastra Indonesia. Ia tak lagi sekadar kritikus semata, tetapi dengan otoritasnya menjadikan sosoknya menjelma menjadi orang yang memiliki pengaruh kuat, hingga di suatu masa, penulis Gayus Siagian menjulukinya sebagai “Paus Sastra Indonesia”. Julukan yang disampaikannya dalam simposium sastra pada 1955 itu sebetulnya bermaksud mengejek. Namun, yang terjadi berikutnya, sebutan itu diterima sebagai penghormatan. “Saya bukan Paus, Saya hanya seorang pelajar,” ujar Jassin menanggapi ledekan itu.

Julukan lain segera bermunculan. Penulis Balfas menyebut Jassin sebagai administrator sastra karena menurut Balfas, apa yang dilakukan Jassin semata hanya mengumpulkan dokumen dan buku-buku. Sedangkan sebagai kritik sastra, Jassin dianggap kurang memiliki gagasan.

Namun, julukan yang paling keras datang dari esais Rustandi Kartakusumah. Dia menyebut Jassin sebagai diktator sastra karena apa yang dikatakan Jassin selalu diterima orang, dan kepercayaan itu kemudian dipakai Jassin dalam menilai sastra.

“Saya tak tahu kenapa Rustandi, yang juga berusaha menulis sajak itu, harus berpendapat seperti itu. Yang saya tahu, saya memang tak selalu menyukai sajak-sajaknya,” kata Jassin.

Sosok Jassin akhirnya menjadi magnet bagi pengarang muda. Tak aneh bila banyak penulis muda mengirimkan naskah karangannya untuk sekadar dibaca Jassin, untuk meminta komentar Jassin terhadap tulisannya dan menerbitkannya dalam majalah. Bila Jassin tertarik dengan sebuah naskah, sang penulis pun diajak bertemu untuk berdiskusi.

Ini dilakukan kepada siapa pun, juga pengarang muda pemula. Buat mereka, mendapatkan perhatian dari “Paus Sastra” itu bisa saja berarti karir gemilang segera terbentang. Bila dianggap layak untuk diterbitkan, naskah itu bisa segera menjadi buku. Dan penerbit akan serta-merta menerima rekomendasi Jassin.

Namun, Jassin, yang memiliki akses yang luas ke pihak penerbit, pada suatu masa bahkan bisa menentukan karangan mana saja yang layak diterbitkan. Dengan “kekuasaan” yang dimilikinya itu, Jassin dapat ikut menentukan isi sebuah karya. Itu terjadi pada novel Pada Sebuah Kapal karya N.H. Dini, saat Dini mengirim naskah itu kepada Jassin karena Dini meminta dicarikan penerbit,

Jassin menyarankan agar bagian akhir, yakni tokoh Sri yang mengalami kecelakaan dahsyat dan meninggal, diganti. Jassin menganggap akhir cerita itu terjadi secara mendadak. Dia tidak menyukainya. Walau demikian, Jassin tetap memberikan naskah itu kepada Ajip Rosidi, Direktur Pustaka Jaya, yang memutuskan kata akhir apakah naskah itu layak diterbitkan atau tidak. Setelah membaca naskah itu, Ajip pun berkomentar sama. Dia tidak mau menerima akhir cerita seperti itu. Akhirnya, N.H. Dini mengalah. Ia mengikuti saran kedua orang itu. “Mungkin kalau hanya Jassin yang bilang dan Ajip tidak bilang, tidak akan saya ganti,” kata Dini kepada TEMPO (baca: Kejutan-Kejutan Jassin).

Perjalanan hidup Jassin, yang akrab dengan buku, ternyata akrab dengan berbagai kontroversi (baca: Kontroversi di Sekitar Jassin), dari kasus cerita pendek Langit Makin Mendung yang ditulis Ki Pandjikusmin yang menyeretnya ke meja hijau, kehebohan puitisasi Alquran, hingga debat Angkatan Sastra versi Jassin, yang banyak ditentang para sastrawan. Tetapi, itu semua dihadapinya dengan tabah dan tetap teguh dengan prinsip.

Kini, telah 40 hari Jassin berpulang. Dengus napasnya bersatu dengan debu dan lapuknya berbagai buku dan naskah sastra yang dikumpulkannya dengan tekun. Kecintaan dan kesetiaannya telah ikut menentukan arah dan bentuk sastra negeri ini. Dalam peringatan 40 hari wafatnya Jassin, Rabu pekan silam, masyarakat Gorontalo di Jakarta menggelarinya “Ta Lombuta Tootodu Wulito” atau putra terbaik Indonesia. Sebuah nama yang tepat bagi dirinya. (24 April 2000)



(Oleh Irfan Budiman, Dwi Wiyana, Ardi Bramantyo, Hadriani Pudjiarti di majalah.tempointeraktif.com dari sastra-indonesia.com)

Selasa, 22 Maret 2011

Kubawa Cinta Dari Samosir


Kubawa Cinta Dari Samosir

November lalu…
Bulan itu tlah menjauh pergi,
Semenjak ku...tatap kau terakhir kali di bandara Pollonia
Tak banyak kata, tapi sorot matamu mengatakan segalanya
Tentang harapan-harapan kita yang buram.

Pesawatku terbang ke Kota Kembang.
Membingkis satu kotak hati bernama cinta.
Inilah oleh-oleh terindahku dari pulau Samosir.
Kamu.

Perjumpaan kita di buritan kapal saat berlayar mengitari danau Toba,


hanya seminggu.
Dan kukenal kamu hanya sehari
Namun dengan cepatnya zat-zat cinta itu
bereaksi di tepian hatiku yang kering.
Oh, tapi semenjak adamu, hatiku basah.
Tak terlintas untuk menyentuh selain hatimu.
Sekalipun keraguan kerap mewarnai kisah kita yang terpisahkan pulau

Kekasih, mungkin ku tak bisa mengawasimu setiap saat
Aku tak kan pernah tahu lakumu sebenarnya,
Tapi aku sudah menitipkanmu pada malaikat untuk selalu menjagamu
“Agar kau selalu baik-baik saja”

Tapi, di kotak hatiku, kecemasan sungguh merajai
Oleh sebab beberapa hari tak ada kabar lagi tentangmu.
Apakah cinta kita mengalami erosi?
Apakah cintamu hanya bertahan beberapa waktu saja?

Aku limbung dengan hilangnya perhatianmu.
Dering hapeku tak lagi memunculkan smsmu
Teleponku tak ada jawaban darimu.
Apa yang terjadi padamu, dan pada cinta kita?
Berilah aku kepastian dalam gemuruhnya gulana ini.

Kekasih, adakah yang salah dengan jarak cinta kita?
Sebab aku tak mampu mengikis “pikiran kotor” tentangmu
Jika kau raib tanpa kata
Sendiri, aku hanya mampu meraba mimpi yang samar
Masih ada aku di hatimu, hanya satu harapku

Terbit di Hasfa Arias
Kumpulan Puisi
Kubawa Cinta dari Samosir
Rp. 38rb

silakan pesan ke inbox hasfapublisher atau sms 081914032201
Tulis nama/alamat/judul buku yg dipesan

Bercanda di Bawah Rembulan



Relaxing Aromatic
Menjaga dan merawat cantiknya cinta agar tetap sehat,
sehingga menyenangkan untuk disentuh…

Dapatkan sensasi aroma menenangkan dan rasa lembut pada hati Anda. Formula dengan nuansa kata sensasional “Cinta” yang lembut menyentuh, memberikan relaksasi dalam perasaan Anda, penuh sensasi yang menenangkan.

Judul :Bercanda di Bawah Rembulan
Penulis:Tubagus Rangga Al-Bantani
Penerbit: Arias
ISBN 978-602-9160-08-6
Rp. 40rb

silakan pesan via inbox fb hasfapublisher/ sms 081914032201
tulis nama/alamat/jmlh/judul buku yg dipesan.

aletheia cinta



SEPTEMBER TERBAKAR


melukis silhuet wajahmu di langit malam
dengan tinta hitam sambil terpejam
menjadi kebahagian yang menggelayut hingga ke ujung mimpi
kokok ayam kampung-sebelah mengusik lelap senyapku
di atas bantal lukisan menetas menjadi permata delima
terkesiap kesadaran mengajakku bergegas menuju timur
tanpa alas kaki dan hanya bertelanjang dada
kujumput seribu satu rambut ekor kuda
dari sela-sela jendela angin
di kebun belakang rumah
kupintal silang sembilan
kujadikan pengikatnya
menjadi selingkar kalung
kupasang dalam doa sekenanya
menggantung hingga sebatas dada
diam-diam satu cahaya meluncur lurus
menembus celah angin menuju ke arahku
seketika dan telak menikam mata kalung
permata delima menjadi api
membakar september
tepat di jantung hati


Kumpulan Puisi Penggugah Jiwa
a[rt]gus faizal
Aletheia Cinta
xii + 118 hlm, 13.5 x 20 cm
ISBN 978-602-98386-3-3
Rp 45rb
Cara pemesanan. silakan tulis nama/alamat/judul buku yang dipesan,kirim ke inbox fb hasfapublisher atau sms 081914032201.

Sabtu, 19 Maret 2011

update peserta event Mayasmara-FF tema long distance love



Berikut update peserta event Mayasmara-FF tema long distance love

1 Abang Ino ‎
2 Abeck Jadeh Ah
3 Abel Muti Lophizm
4 Adrina Arzan
5 Afin Yulia
6 Agastya Harjunadhi
7 Agna Nindy Pratiwi
8 Agnety Ghosby
9 Agustina Hermanto
10 Ai Kamenashi
11 Aina Al-Azmi
12 Aini Nur Latifah
13 Aira Arsitha
14 Aisya Rifisani
15 Aisyah Al Farisi
16 Aisyah Rendusara
17 Akhsane Taqweens
18 Al Bahri
19 Alfian Dwi Chandra
20 Alfy Aulia
21 Alina Sitha
22 Aliyah Azka Rhesti
23 Ally Jane Parker
24 Ally Jane Parker
25 Amalia Masturah Safasna
26 Ananto Widhi Primantyo
27 Andi Ismi Safitri Firidhallah
28 Andi Sri Suriati Amal
29 Angger Yhuniarthii Pelangidimalamhari
30 Anik Septiani
31 Anshari Al-Ghaniyy
32 April May My
33 Ari Kunto
34 Arief Masqulin
35 Arif Zunaidi Riu Aj
36 Asep Supriyadi
37 Aslul Khitan
38 Assty Hadiwinarto
39 Astrid Septyanti Fuyuharuaki
40 Asyifa Qirani
41 Atieq Ilham
42 Aulia Zahro
43 Ayank Chan
44 Ayhue Rh
45 Ayue Zeen
46 Ayuu Feat Ayuu
47 Azizah Febrianti Fasha
48 Bebee Aliit
49 Binta Al-mamBa
50 Biolen Fernando Sinaga
51 Bu Samodra
52 Bunda Haifa
53 Bunda Mala
54 Cahaya Hayati
55 Cahaya Penyayang
56 CHasa Na
57 Chie AzuLa
58 Chika Rei
59 Chilvi Chilibra
60 Chintia Dewi
61 Cicik Sri Winarti
62 Daee' Ways Blues
63 Dani Sukma Agus Setiawan
64 Danus Flpmalang
65 De Tri
66 Deni Prayogi
67 Destiarny Educoach
68 Destriaji H. Permadi
69 Desy Sugianto
70 Dewi Handayani
71 Dhiå IlluShe
72 Dhian Rahmawati
73 Diah Maharani
74 Dian Minnie
75 Dian Nurkhasanah
76 Dian Onasis
77 Dian Sari Pangestuti
78 Dian Sukma Kuswardhani
79 Dianna Firefly
80 Dianna Firefly
81 Diba Azzukhruf
82 Dikka Kartika
83 Dina Roslaeni
84 Dinda Ardiana
85 DiNi LesTari
86 Dwi Aprilytanti Handayani
87 Dwi Sekarang Mah
88 Dwija Saptahadi
89 Efriany 'santi' Susanty
90 Ega Cheaumiezx
91 Ek Rkwt
92 Eka Anjar Rahmadani
93 Eko Aditya Rifai
94 El Fasya
95 El Kinanti
96 El Mukarrima
97 Elly Nurlaili Al-ubaidah
98 Endang Ssn
99 Eneng Susanti
100 Eni 'shabrinaws' Pacitan
101 Entoni Putra
102 Euis Cholisoh
103 Fahira Afifayatul Haura
104 Faiz Ezra
105 fakhrunniza'Ar Niza Mawarbiru
106 Farida Ariyani
107 Fariz Noor Khotimah
108 Fauziah Harsyah Zye
109 Febri M Rizkisastra
110 Febri Nurrahmi
111 Fitri Adrina
112 Galuh Kencono Wulan
113 Ghoni Febri
114 Grey HyphensJumper TakaNishi
115 Hairi Yanti
116 Hamliati Musta
117 Happy Rose
118 Hesti Daisy
119 Hesti Olubayo
120 Heti Nurhaeti
121 Heti Nurhaeti
122 'Hypoglossus Juni Hurairah
123 Ida Fitrie Dwiyanto
124 Ifda Gustanti
125 Ijupz Ujaz Ujuz
126 Ijupz Ujaz Ujuz
127 'Ika Putri Seya
128 Ika Ta'kan Putus Asa
129 Ikuta Lucy 亀梨
130 ILiana LoeLianto
131 Iman Adhar Perkasa
132 Indri Fitria
133 Indriani Indree
134 Inge' Inggrid
135 Ira Fauzia
136 Irzi Gunawan Azzahra
137 Izzatul Millah
138 Jayaning Hartami
139 Jinan Fatiya El-karima
140 Jioo ErHyria
141 Johan Ayah Syahel
142 Joko Saputra
143 Juliardi Ahmad
144 Kamal Agusta
145 Kamenashi Aoi Niikura
146 Kapten Eric Prusik
147 Karina Ai-chan Kurnia
148 Kasma Maret
149 Khairun Nisa
150 Kiranz Cyank Karanz
151 Kun Sila Ananda
152 Laskar Pemimpi Menulis
153 Lea Willsen
154 Leyla Imtichanah
155 Lilien Fuji Ruka
156 Lily Fadilah Iroem
157 Lily Husain
158 LiLy Marlyna
159 Lin Wulynne
160 Linda Puspita
161 Linda Puspita ‎" Pengantin Matahari"
162 Lisna Ismi
163 Lisna Nur Chairunnisa
164 Lisna Nur Chairunnisa
165 Liza Fathiariani
166 Madre Kun
167 Mamah Ghulam Itu Linda
168 Mardiansyah Ntx
169 Marwie Ocol
170 May Munah
171 Maya Nuur Umarro
172 Maydina Zakiah S
173 Medina O. Harisunissa
174 Meifa Merlin
175 MeLi LuphLy SiiAndromeda
176 Mh Choeruddin
177 Mieny Angel
178 Mimi Catz
179 Minie Kholik
180 Modemoisell Rasyah
181 Moh. Ghufron Cholid
182 MooNaliza CieloGegana
183 Muhammad Ikhsan Kamal
184 Muhammad Nizar Khalifi
185 Muhammad Yusmilansyah
186 Muzanip Alperi
187 Nadeh Nur As Shafa
188 Nai Azura
189 Nama Ku Yuyun
190 Nana Kheisya Cicio
191 Nanda Ochi
192 Naqiyyah Syam Full
193 Nata Salama
194 Nelfi Syafrina
195 Neng Sabila
196 Nera Ajjah
197 Nila Kaltia
198 Nildawaty Hendra
199 NinisChan She IchiBan
200 Nisa Nuraeni
201 Noni Ponorogo
202 Novi Kuspriyandari
203 Novitasari Susanti
204 Nunu El-fasa
205 Nur Muchamad
206 Nurlaili BrSembiring
207 Nurzaman Cahaya Masa
208 Octavia Hutagalung
209 Oktaviani Ratu Menrosa
210 Pencari Ilmu
211 Peramita Dewi
212 Prima Sagita
213 Purwanty Syariefadnan
214 Puti Ayu Setiani
215 Ragil Papa Aira
216 Rangga Sang Garuda
217 Ratna Wulandari
218 Ratu Ayu
219 Ratu Marfuah
220 Renny Amelia
221 Retno Winarni
222 Revika Rachmaniar
223 Reza Irwansyah
224 Riana Yahya
225 Rifa Siiemuaniezjembatanambrol
226 Rihan Alveo
227 Riri Maretta
228 Rissa Aulian
229 Rizki Kéép Smilé
230 Rohma Virginialita
231 Rosella Asy-syams
232 Rosi Meilani
233 Rosidah Abidin
234 Rosita Dani
235 Rurin Kurniati
236 Ry Fitri Keehl
237 Ryan Sukmawijaya Alfatih
238 Sakura Arizuki
239 Sandi Arsyie
240 Santri Bella Pertiwi
241 Sarni Al-boegisy
242 Sayekti Ardiyani
243 Sayyidah Djauhar Murtafiah
244 Selfy Sandra Momongan
245 Seruni Unie
246 Setia Wati
247 Setiani Imaningtias
248 Setyanie Cii Anagk Acphys
249 Shella 'rise' Boru Sitohang
250 Shii Auchisuya
251 Silfi Asrimandari
252 Silvia Oktaresa
253 Silviana Hendri
254 Siti Rahayu
255 Sofi Bramasta
256 Susan Wulandari
257 Syaque Hikaritokusaikizoku Elsheeraknightvanrijkdom
258 Syarif Husni
259 Tanti Retno
260 TeLaga Mega Cynthia
261 Tethy Ezokanzo
262 Thony Mukharrom Jilid II
263 Tia Marty Al-Zahira
264 Tiara Tya Andini
265 Tieneke Ayuningrum
266 Tika Artiwi
267 Tina Mutiara
268 Tri Triyono.
269 Triana Dewi
270 Tris Anova Arlim
271 Tsuraya Widuri
272 Ummi Fadlilah
273 Ummu Nazma Hermawan
274 Uwie Shie Yoshin Yui
275 Vana Pinkerz
276 Vanda Nur Arieyani
277 Veby Desiany ‎..
278 Vindy Ganti-na
279 Vreemay Amoy
280 Vudu Blues Prakerta
281 Widodo Tri Saputro
282 Willyou Putra Sinar Tapango
283 Windy Asriani 'Indigo'
284 Winny Widyawati
285 Winwin Faizah
286 Wulan Edelweiss
287 Wulan Iwwhoel
288 Wulan Iwwhoel
289 X-Friends Jempoler ‎.
290 Yadhi Rusmiadi Jashar
291 Yandigsa Saja
292 Yanuk Wulandari
293 Yudith Fabiola
294 Yulina Trihaningsih
295 Yuliza Sachira
296 Yuridista Putri Pratiwi
297 Yurmawita Adismal
298 Zeckyu Cho Azkiyya
299 Zeckyu Cho Azkiyya
300 Zifa Maila
301 Sasmi Ummu Jundi

Jumat, 18 Maret 2011

Pengumuman FF Perjodohan


Terimakasih untuk partisipasi seluruh teman-teman dalam event ini.
Berikut 75 naskah yang insya Allah akan dibukukan.

18 Hilangnya Gosip Itu…- Dhee Shinzy Y.)
28 TANTANGAN
31 Jangan Ambil Dia !- Fitri Bundanya Elfadh
37 SEMUA GARA-GARA PAPA.- UNUN TRIWIDANA
51 Semoga Kami Benar-Benar Jodoh- Merri Dwi Nurrani
38 Akhir Cinta Sang Kupu-kupu Malam
72 PINANG DIA DENGAN BASMALLAH- Lusi Apriani
75 JODOH SALAH ALAMAT- Inggar Saputra
79 Cintamu Untukku Dan Juga Untuknya- Ayu Zeen
125 Nikah Gantung- Hylla Shane Gerhana
96 Kala Senja Kuberkisah- Mieny Angel
100 Untuk Violet- Sinta Anggoro Utari
104 ZALWA- Dhia Whuati
106 Ujung Kesakitanku- Lusi Mulyantini
108 Bulan Setengah- Ria Mustika Fasha
112 Nujuhbulanan - Putu Felisia
135 Surat Untuk Kamil Alfi Arifin- Moh. Ghufron Cholid
142 jodoh utk kekasihku – Al Banna Rumaisha Ika
146 CINTA MUTIARA-Ragil PA.
152 Jodoh Ustadz Ahmad - IBNU ATOIRAHMAN
155 Rantang
167 Balada Mbak ‘Ogah’
175 Jagoanku Sayang
178 Kutitipkan Cintaku padaNya
209 PERJODOHANKU DENGANNYA Oleh Ica Alifah
213 Lelaki yang Matanya Tertusuk Duri-Yadhi Rusmiyadi Jashar
218 Putri dengan 7 Kurcaci
219 Bunga dan Lelaki Gurun
232 AKAN ADA PELANGI
255 Hikayat Takdir
264 jodoh dr sorga - yayang akhyar
276 KESHA Dila Saktika Negara
281 Biar Tuhan yang Memilihkan-Wicha Spicca Breeze
309 Akhir Sebuah Keputusan yang Salah
320 Blue Star
321 Bukan Nida Tapi Lia
323 Cahaya Itu (Oleh Anis Sukma Nurani)
332 Dalam Dekapan Cinta
340 suamiku suami kakakku
341 ikhlas
343 bukan jodoh
346 calon menantu
347 hati elang
349 kontras
358 Pengampunan Untukku
363 HIDUP BUKAN MASALALU
364 Ide Gila Sofie
369 istriku sayang istriku malang
370 JAKA & ZAKI
371 JODOH ANTIN
381 Ketika Melati Jatuh Cinta pada Sang Kumbang
383 KITA MEMANG TAK BERJODOH FF
384 KU PINANG KAU DENGAN SYAHADAT
393 Mak Comblang Paling Sempurna - Elka Ferani
395 mencintaimu dengan sepenuh iman
396 Menghimpun Cinta
397 Meskipun Bukan Cinta Pertama
398 OKTARANO SAZANO_ Nona Tidak Pulang Malam Ini
399 Pada Segelas Bir
402 Tunggu Tita Di Surga
403 Tiga Istri
406 SURAT KETIGAPULUH TIGA
409 Setia
419 Purnama
425 PENANTIAN WIBAWA
429 Arliar
435 jodoh wulan
440 dualima dan ultimatum mama
456 Serenada Tinta yang Tumpah
461 memang (belum) jodoh
472 FIKRI
473 Kau dan derita yang kau beri
475 Kopi Desa
479 Tuhan
481 Pernikahan Langit

Pemenang 1,2,3 insya Allah akan diumumkan tgl 25 Maret 2011

75 peserta yang naskahnya tercantum dalam pengumuman ini, silakan mengirimkan biodata singkat (maksimal 50 kata) ke hasfapublishing@yahoo.com.

Terimakasih.
Salam Kebaruan

Kamis, 17 Maret 2011

Proses Kreatif dan Mengolah Kata


PROSES KREATIF DAN MENGOLAH KATA



Writing is adventure (Ernest Hemingway)



Pengantar

Writing is adventure – menulis adalah petualangan, demikian kata Ernest Hemingway, sastrawan besar AS yang karya-karyanya ditandai dengan jiwa-jiwa dan nafas petualangan. Pendapat ini didukung oleh para pengagumnya, khususnya para sastrawan Amerika Latin (misalnya Pablo Neruda dan Gabriel Gracia Marquesz) dan sastrawati Afrika Selatan Nadine Gordimer serta Milan Kundera, sastrawan Cheko. Saya sebagai pengagum Hemingway, juga merasakan hal tersebut: writing is adventure.

Yang dimaksud dengan ‘petulangan’ di sini adalah bukan petulangan secara raga, melainkan paduan dari kekayaan batin dan intelektual (materi dasar/bahan tulisan), imajinasi (kreativitas dan pengembangan) serta kosa kata (penguasaan bahasa). Paduan itu dirangkai menjadi suatu tulisan melalui suatu proses yang disebut proses kreatif.

Tulisan pendek berikut ini menguraikan sekilas mengenai proses kreatif untuk menulis suatu tulisan dan cara-cara menulis agar mudah dipahami pembacanya.



Proses Kreatif dan ‘Lapar’ Menulis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ‘kreatif’ diartikan: (1) memiliki daya cipta; (2) memiliki kemampuan untuk menciptakan. Jadi, proses kreatif adalah proses mencipta sesuatu dan konteks dalam tulisan ini adalah mencipta tulisan atau menulis, baik itu tulisan yang bersifat fiksi maupun non-fiksi. Mereka yang menulis fiksi disebut pengarang dan mereka yang menulis non-fiksi disebut penulis. Seorang penulis bisa menjadi pengarang, tetapi pengarang pada umumnya sedikit yang menjadi penulis. Hambatnnya, menjadi penulis diperlukan topangan referensi yang lebih luas dan mendalam, apalagi bila yang bersangkutan menulis tulisan yang bersifat akademis/ilmiah. Tetapi bukan berarti bahwa menjadi seorang pengarang itu lebih mudah dibandingkan menjadi penulis. Sebab, baik untuk menjadi pengarang maupun penulis, keduanya memerlukan modal utama yaitu memiliki dorongan yang kuat untuk menulis (the strong will to write) atau dalam jargon creative writing disebut ‘lapar menulis’ (tidak sekedar haus). Dapat dibayangkan, bagaimana jika kita lapar (kelaparan) harus makan. Tentunya, jalan apa pun ditempuh, bukan? Goal-nya adalah makan, harus makan. Dalam kasus ‘lapar menulis’, jalan apa pun ditempuh, it’s goal is do writing.

Jadi, jika kita ingin menjadi penulis atau pengarang, untuk mencapainya adalah menulis – do writing, do it soon, very soon, don’t be postponed. Sayangnya, banyak pihak yang ingin menjadi pengarang atau penulis tetapi hanya sebatas ‘ingin’ karena tidak juga menulis. Alasannya, sulit memulai, tidak punya waktu, takut salah, malu atau tidak ada inspirasi/ide yang pas untuk ditulis. Akhirnya, proses menulis pun tertunda.

Benar, untuk memulai menulis memang memerlukan proses kreatif yaitu dimulai dengan adanya ide (kekayaan batin/intelektual) sebagai bahan tulisan. Pengalaman saya, ide itu bisa diperoleh/didapat setiap saat, kapan mau menulis. Sumber utamanya adalah bacaan, pergaulan, perjalanan (traveling), kontemplasi, monolog, konflik dengan diri sendiri (internal) maupun dengan di luar diri kita (external), pembrontakan (rasa tidak puas), dorongan mengabdi (berbagi ilmu), kegembiraan, mencapai prestasi, tuntutan profesi dan sebagainya. Semuanya itu bisa dijadikan gerbang untuk mendorong memasuki proses kreatif menulis. Kuncinya adalah punya hasrat yang kuat untuk menulis yang sebelumnya telah saya sebut sebagai the strong will to write sebagai modal utama untuk mulai menulis.

Modal kedua, adalah berkomitmen disertai disiplin untuk menulis. Antara lain mempuyai jadwal tetap untuk menulis dan rajin mengumpulkan ide-ide yang akan ditulis. Kedua hal tersebut perlu ditaati agar proses kreatif tidak terputus. Sayangnya, kadang kegiatan rutin yang wajib kita kerjakan membuat kegiatan menulis jadi tertunda atau terbengkalai sehingga tulisan tidak pernah menjadi suatu karya. Untuk mensiasatinya, maka perlu menulis di pagi hari (dini hari) atau malam (hingga larut malam, menjelang pagi). Baik juga memanfaatkan waktu luang pada akhir pekan atau hari libur. Yang penting, ada waktu khususnya untuk memberi ‘ruang’ proses kreatif yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan (karya nyata).



Proses kreatif menulis akan terwujud dengan baik apabila adanya:



Konsentrasi untuk menulis

Menghimpun materi yang akan ditulis

Pengembangan materi yang akan ditulis (mapping mind – menulis dalam kepala)

Dukungan referensi dan sarana menulis Membuat draft materi yang akan ditulisà juga tentukan fiksi atau non fiksi

Diskusi dengan teman untuk membicarakan tulisan akan ditulis – bila diperlukan

Menyusun jadwal untuk menulis disesuaikan dengan jam produktif/biological clock (masing-masing orang punya jam-jam produktif yang berbeda)

Siap menulis tanpa keraguan/bimbang (sungguh-sungguh)

Siap sendirian (menyendiri pada waktu menulis)

Tubuh dalam kondisi fit agar pada waktu menulis tidak ada gangguan kesehatan

Sediakan ‘ruang’ yang nyaman untuk bekerja (menulis)

Ciptakan ciptakan/kondisikan dalam mood yang baik (in the good mood) pada saat akan menulis



Mengolah Kata

Menulis bukanlah sekadar membuat kalimat, melainkan diperlukan kemampuan mengolah kata. Kata-kata yang diolah juga bukan sembarang kata, melainkan kata-kata yang telah dipilih (terpilih) untuk dijadikan media menulis. Kata-kata yang dipilih ini akan membuat tulisan baik atau buruk, menarik atau membosankan dan mudah atau sulit dipahami pembacanya.

Dalam teori creative writing, untuk menjadi seorang penulis atau pengarang, pertama-tama harus mampu memilih kata-kata yang akan dijadikan media tulisannya. Karena, kata-kata ini merupakan senjata utama bagi penulis/pengarang untuk ‘menaklukkan’ pembaca. Agar dapat memilih dengan leluasa, maka setiap pengarang/penulis wajib kaya atau punya koleksi kata-kata tak terbatas, untuk dirangkai menjadi kalimat.

Pengkayaan kosa kata dapat diperoleh dari bacaan, kamus, pergaulan dan penguasaan beberapa bahasa asing. Penggunaan kosa kata ini tergantung pada keperluan masing-masing (menulis untuk fiksi atau non-fiksi). Tentunya, keperluan pengarang dengan penulis berbeda. Masing-masing punya jargon dan gaya tersendiri. Meskipun demikian, mereka ini punya goal yang sama: tulisannya ingin dibaca pembaca sebanyak dan seluas mungkin. Oleh karena itu, setiap penulis/pengarang pada waktu menulis telah memikirkan siapa sasaran pembacanya. Sehingga tidak salah ‘tembak’.

Tulisan yang menarik (baik fiksi maupun non-fiksi) bagi pembaca, yang utama adalah mudah dipahami. Ada pun yang membuat sebuah tulisan itu mudah dipahami, yaitu:

Ditulis dengan kata-kata yang mudah dipahami pembacanya (tidak banyak menggunakan istilah asing dan jargon-jargon tertentu yang tidak diketahui awam). Apabila ada kata-kata asing atau jargon-jargon tertentu, buat penjelasannya

Ditulis dengan kalimat pendek (idealnya 10 – 15 kata, bila lebih dari itu harus ditanda dengan tanda baca yang ketat, agar pembacanya tidak tersiksa) Alur kalimat ditulis linier tidak bersifat ‘labirin’ (muter-muter, bertele-tele), sehingga tulisan terasa mengalir (flowing)

Tidak ada pengulangan kata-kata dan tidak banyak kata sambung seperti: lalu, kemudian, karena, jadi….dst

Untuk tulisan ilmiah (academic writing) hindari penggunaan kata-kata bersayap dan data yang tidak jelas (harus eksak) à (akan diberi contohnya)

Untuk tulisan non-fiksi hindari pengunaan kata yang sifatnya memberi kesan ‘kering’. Kata bersayap diperlukan, juga bunga kata asal tidak berlebihan.

Isi tulisan tidak menggurui, tetapi memaparkan/menjelaskan sekalipun itu tulisan yang bersifat ‘pengajaran’.

Menyajikan tulisan dengan struktur susunan kata menjadi kalimat yang runtut dan paragraph yang tertata, sehingga tulisan mudah dicernak pembacanya

Mampu menggunakan tanda baca (dalam tulisannya) dengan tepat

Mencari ‘readers’ sebelum tulisan diterbitkan untuk minta pendapatnya (jika diperlukan)

Banyak membaca buku-buku yang disukai pembaca untuk dipelajari bahasa dan gaya penulisan para penulis/pengarang buku-buku yang banyak penggemarnya tersebut. Walaupun masing-masing penulis/pengarang idealnya punya ciri khas tersendiri.

Berani dan mau menerima kritik



Penutup

Kemampuan mengolah kata-kata untuk dirangkai menjadi kalimat tidak bisa dimiliki oleh siapa pun dalam waktu sekejap. Melainkan, memerlukan latihan yang panjang dengan cara terus menulis dengan jadwal tertentu. Materi yang ditulis boleh apa saja, termasuk catatan harian. Karena menulis merupakan ‘petualangan’ yang tidak terbatas dan itu jelas menyenangkan..

Agar bentuk tulisan bisa terwujud, hindari membaca tulisan yang sedang dikerjakan. Sebab, hal ini akan menimbulkan keragu-raguan karena merasa tidak sempurna. Sehingga tulisan akan diulang-ulang dan akhirnya tidak jadi. Maka, sebaiknya tulisan dibaca bila telah selesai ditulis (kecuali menulis novel, perlu dibaca bab per bab).



Selain itu juga diperlukan memampuan mengedit (menyunting) tulisan sendiri.

Penyuntingan ini berguna untuk:

Menyesuaikan panjang tulisan dengan ruang yang akan dipergunakan untuk mempublikasi tulisan tersebut

Penyempurnaan kalimat

Menciptakan peluang untuk mengkaji isi tulisan, gaya bahasa dan pemilihan kata-kata

Ada peluang menciptakan daya tarik seoptimal mungkin untuk pembaca

Menonjolkan ciri khas gaya tulisan

Tulisan yang ditulis benar-benar matang





Daftar Pustaka Bovee, Courtland John V, Thill, 1999. Business Communication Today (Sixth Edition). New Jersey: Prentice Hall

Connolly, Francis X, 1977. Advanced Composition: A Book of Models for Writing. New York: Harcourt Brace Jovanovich

Garry Provost, 1985. 100 Ways ti Improve Your Writing. London: Penguin

Gordimer, Nadine, 1995. Writing and Being. Massachussetts: Harvard University Press

Lewis, David, 1989. The Secret Language of Success. New York: Carrol and Graf

Plimpton, George (Editor), 1999. The Paris Review Interviews Women Writers At Work. London: The Harvill Press

Pranoto, Naning, 2004. Creative Writing – 72 Jurus Seni Mengarang. Jakarta: Prima Pustaka

(Oleh Naning Pranoto di rayakultura.net/)

Bahasa Manusia


Bahasa Manusia

Katanya manusia diberi kelebihan berbahasa. Katanya hanya manusia yang manyadari konsep waktu, kewujudan, asal, kematian. Tapi dengan banyaknya kata-kata, kenapa kemanusiawian malah semakin tertutup kelambu kepentingan?
“Saya…”

Monolog.
Gosip.
Perintah.
Fitnah.
Laporan.

Bising adalah resiko hidup dalam kepentingan. Sulitnya menemukan teman yang mau mendengar adalah alasan mendasar kenapa percakapan kita bising, bertalu-talu dan saling tiban. Tak ayal menyadari, saat kesempatan untuk bicara datang, setiap kalimat harus padat dengan segala kepentingan, sesingkat mungkin, sepenting-pentingnya.
Sebaliknya, resiko inheren dari hidup dalam pengasingan, sekaligus keuntungan tambahan darinya, adalah hilangnya kepentingan. Tapi sekuat apa kita menerima bahwa kita adalah manusia tak penting, yang hidupnya dilupakan, dan matinya tak ditangisi.

Makanya kita tetap bicara, biarpun bising, agar tetap dianggap penting.

“Para hadirin…”

Mengajar.
Ceramah.
Khotbah.
Pidato.
Doa.

Semakin banyak telinga yang dituju, semakin generik pula bahasa yang kita gunakan, semakin formal, kaku dan umum. Nyaris hilang individu yang berbicara di balik kemegahan bahasanya. Resiko inheren dari memukau massa, bukan?
Makanya mereka bicara, biarpun bising, agar tetap dianggap penting.

“Sayang…”
Di lain sisi, bahkan percakapan intim semakin generik dan hambar. Apa yang dibicarakan suami istri sebelum tidur? Apa yang dibisikkan orangtua ke anak mereka saat berpisah? Apa yang dipertukarkan para kekasih sebelum menutup percakapan larut malam?

“Take care. I love you. Good night.”
[Bahkan padanannya dalam bahasa sendiri saja tidak ada, karena terasa kaku dan tak wajar. Mungkin bahasa Indonesia adalah bahasa yang tak mengizinkan emosi menjadi generik, menjaga kesakralan emosional antara manusia.]
Apa mengulang kalimat di atas, saban pagi & malam, saban bertemu & berantem, tetap penting?
“PRIIIIT!!”
Ada kalimat yang diucapkan dalam bahasa apapun tetap memberi dampak emosionil yang sama. Kalimat yang diucapkan saat jengah di awal pertemuan, saat setan atau malaikat lewat, saat hening tiba di mobil dalam perjalanan panjang ke sana, lalu pulang.
“??? ??? – Tell us a story – Cerita dong.”


Saat itu, bahasa pun kembali manusiawi, individu kembali didengar massa, formalitas berpadupadan dengan bahasa sehari-hari.
Tanpa beban,
tanpa rikuh,
atau pamrih kesan.
“??? ?? ???? – Once upon a time – Alkisah, nun jauh di sana…”

Berceritalah, karena dalam dongeng ada kepentingan kita semua.

—————————
Catatankaki :
Bagaimana tidak pluralis, wong dalam semua bahasa, akhir cerita kita sama.


(Sumber: padeblogan.com)

Komentar pembaca Mayasmara



Mayasmara itu ide baru, saya kira. Membesut cerita berangkat dari realitas dunia maya. Itu semakin dipertajam dgn judul-judul bab yg memang sangat familiar dgn para pengguna internet: tag, attending, history,download, chat, offline. dll...
Kalimat-kalimat puitis juga bertebaran di buku ini: ke mana ini akan berujung, aku lepas, aku tertahan, aku lari, aku kembali, aku marah, aku tersenyum lagi. kau dan aku dua kupu tak sempurna, menari di atas paradoks, kenapa indah harus bersama dosa.
Mayasmara buku yg lumayan bagus dengan ide baru dan menawarkan konsep baru.
(Onet Adithia Rizlan, Novelis)


Makna yang terkandung dalam cerita Mayana ini bagus ,dan dikemas dengan sentuhan sastra dan bahasa yang global dan edukatif sehingga menambah wawasan bagi pembacanya.kesesuaian cerita antar bagiannya dan tema pada setiap sub judul ,juga amat jenius sehingga orang akan dibawa rasa penasaran untuk menyelesaikan bacaannya ini.Namun karena pengemasan desain cover yang agak monoton dan kurang adanya sentuhan warna novel ini kurang menarik lebih banyak lagi pembaca untuk membelinya,dan juga bahasa yang disuguhkan memang edukatif dan menambah wawasan bagi para penikmat sastra ,namun bagi pembaca yang awam atau remaja pengemasan bahasanya kurang sederhana.
Sebaiknya para pembaca jika mau membeli novel ini atau novel lainnya,jangan hanya menilai suatu novel menarik atau tidak dari kemasan covernya cobalah baca sinopsis yang terletak di belakang cover.Agar benar-benar paham dan mengerti isi yang terkandung di dalamnya,jika pembaca menemukan istilah-istilah atau bahasa yang kurang dimengerti carilah pengertiannya di kamus atau tanyakan kepada teman ,kakak,atau orang tua,sehingga tidak hanya membaca namun kita juga bisa menambah wawasan dan menginspirasi.
(Siwy)

MAYASMARA adalah sebuah novel kebaruan. Dimensi kekinian berpadu menerobos sisa – sisa masa lampau yang kokoh, yang harus dihadapi oleh satu jiwa, selaku lakon utama : Mayana Astari. Tokoh Nero dibentuk sebagai tokoh super baru dan melebur dalam kehidupan Mayana. Penulis Dian Nafi dan Agus Faizal mampu memadukan cerita kebaruan ini menjadi sebuah genre baru dalam dunia tulis menulis khususnya novel. Bahasa sastra modern yang tertata menjadi keindahan yang menohok jantung pembacanya secara tidak langsung. Nilai pergulatan para tokoh menjadi point tersendiri karena unsurnya konflik batin di tengah gempuran modernisasi. Selain itu bentuk Novel Mayasmara juga berbeda dari novel biasanya. Dalam penulisan bab per bab diberi judul yang modern sesuai tema. Misalnya upload, profil, status, pokoknya FB banget. Membaca novel ini seperti memasuki peleburan dua dunia melalui konflik batin.
(Gea Julia, Penulis, Penyiar Radio)

Mayasmara dengan cerdas membidik segmen pembaca para peselancar di jejaring sosial dengan penggunaan kata yang lazim digunakan dalam aktivitas berkoneksi, patut diberikan acungan jempol bahwa Mayasmara boleh disebut sukses dalam menautkan kata-kata tersebut menjadi sebuah sub judul (Bab) dalam Novel sehingga terdapat korelasi antar sub judul dengan paparan kisah. Pemilihan kertas dan cover buku yang cantik menjadi daya tarik tersendiri.

Mayasmara tidak secara dangkal membahas cinta dan seluk beluk dunia maya, dalam novel ini banyak ditemui kalimat puitis tentang cinta yang universal bukan hanya antara lelaki – wanita namun juga cinta kepada Sang Pencipta dan orang tua.
Novel dengan dua penulis mungkin bukan hal baru, namun Mayasmara meniupkan angin segar dalam kalimat demi kalimat yang ditulis penuh perasaan.
Kalimat indah yang menelusup ke dalam jiwa.
Pergolakan batin Mayana (sebagai sosok yang ingin berbakti kepada ibunda) dan Mayanya – sosok wanita yang memperjuangkan cinta di bab terakhir juga menggelitik untuk disimak.

Mayana bukan novel yang memandang cinta menjadi sesuatu yang memabukkan tidak pula menempatkan cinta sebagai sesuatu yang begitu absurd untuk dirasa. Mayana menyisipkan pesan moral : jadikanlah cinta kepada Tuhan sebagai landasan untuk mencintai sesama manusia dan lawan jenis yang didamba menjadi pasangan hidup maka niscaya ketenangan batin pun akan diraih. “Cinta adalah memberi, bukan mengambil, cinta adalah keikhlasan mendapat hak, bukan kewajiban yang harus dituntut dan cinta apapun dalihnya membuatmu lebih bersabar, tabah dan menemukan Tuhan melalui Tuhan”.

(Dwi April)

bagus, suka sekali.endingnya/bab trakhir sengaja di bikin gantung ya,
(ulil, Riau)


Sungguh mendebarkan, saat menikmati lekuk kata dalam Mayasmara
(Dani Setiawan, Medan)

Membaca novel Mayasmara karya kolaborasi Dian Nafi dan A[rt]gus Faizal membawa kita pada petualangan dunia maya yang tiada namun ada. Di pungkiri namun terjadi. Penulis yang katanya hanya bertemu dalam konektivitas dunia maya hendak membawa dunia maya ke dalam alam nyata. Bahwa antara dunia maya dan nyata hanyalah beda mediasi dalam mengungkapkan rasa. Namun semua itu adalah ada.

Novel yang bagus, dan unik. Dengan mengambil tema penulisan tentang berbagai simbol yang digunakan dalam jalinan dunia maya, khususnya facebook. Penggambaran bahasa sastra tingkat tinggi. Sehingga perlu sedikit untuk berpikir ketika menikmati novel ini. Terutama bagi saya yang kurang begitu menikmati novel dengan bahasa-bahasa sastra tinggi. Cover yang cantik dan futuristik. Dan puisi-puisi yang indah untuk dinikmati.
(Uti, Pendidik)

Buku bercover biru ini adalah samudra kisah dari sebuah kehidupan dunia maya. Penasarankan? ikuti jalan ceritanya^^...
(Telaga Mega Cynthia)

Tadinya cuma mau baca sekilas saja di toko buku. Tapi setelah dibaca, amboiii...nggak mau dilepas deh bukunya. harus punya di rumah, karena banyak kalimat- kalimat yang musti dicerna dengan lebih dalam dan sayang sekali kalau dilewatkan. Bagus dan kereen banget. sukaaa.....
(Lilik, santri)

" mayasmara" , menarik sekali buku ini karena berkisah tentang hubungan kasih di dunia maya ...hmm rasanya cukup banyak yng tergoda cinta diantara note-note ....tag...message....I like it :))
(Aisah Rahman)

Unik, apik, endingnya menggelitik
(Murti, Depok)

Membaca Mayasmara, seperti berpetualang dan terbang tinggi bersama imaginasi,..menghanyutkan!!!
(Aida M. Affandi, Penulis)

‘May,Jiwamu bukan milikkku. Jiwanya bukan milikmu. bahkan jiwaku bukan milikku. Jiwa kita semua ini milikNya.’ Di manakah realitas cinta Mayana ? Sebuah Novel yang unik, penuh rangkaian kata sarat makna yang sangat apik, dengan ending yang 'menggelitik'
(Yuliastuti, Happy Mom)


Membaca Mayasmara seperti belajar berfilsafat dengan gaya penulisan masa kini. Betapa sesuatu yang maya kadang lebih nyata merasuk ke jiwa, ini sebuah realita. Beberapa salah ketik tidak mengurangi konsentrasi dalam membaca.
(Aprilytanti, Penulis)

Bagaimana kita mendeskripsikan keindahan ?. Mayasmara dari Hasfa Publisher membidiknya dengan tak biasa "Warna menjadi rasa, rasa menjadi bentuk, bentuk menjadi arah, arah menjadi nisbi, nisbi menjadi ganjil, ganjil menjadi genap, genap masih harus digenapkan dalam kesederhanaan keteraturan pola dan struktur itulah keindahan". Terimakasih Mayasmara untuk olah kata nan mengolah rasa ^_^
(Dwi, Penulis)



saya sudah baca bukunya..., bagus sekali, imajinasi tingkat tinggi, pemahaman data yang valid dan paham lokasi yang MANTAP, tulisannya sudah bener-bener karya penulis yang matang
(diki ahmad zaman, penulis dan motivator plus)

mayasmara, aku senang dg kalimat yg ditulis, seperti kata-kata istilah (jadi tambah vocab baru untuk saya) tapi kisah mayasmara bagi saya terlalu di dramatisir deh perasaannya. atau karena ini novel jd penulis harus mengungkapkan seluruh perasaan yg dimiliki, dan beda dg cerpen, mungkin ia kali yah? dan satu lagi saya baru pertama kali ini membaca novel yang bertemakan ttg dunia maya. Jadi, mengungkap sedikit adanya hubungan yg sangat erat dlm pertemanan di dunia maya memang ada dalam kenyataannya.^^
keren …..
(hoshi yugata)

Jempol lah, atau angka 10 nilainya.
Kata-katanya, alurnya, wahhh…..gak nyangka, bisa sekali menulisnya..
Ekspresinya tulus & membangun
(A Har, Esmod)


Mayasmara adalah novel yang unik, beda dengan novel – novel yang pernah saya baca, baik dari sudut konsep, ide cerita dan penceritaan. Saya sudah membacanya. Bagus!
(Badiatul Muchlisin Asti, Penulis buku best seller Saat Kuncup Cinta Mekar di Hati)


Kedua penulis sangat kreatif dalam mengungkapkan istilah-istilah dunia maya di dalam novel ini, dan menjadikannya satu dengan dunia nyata sang tokoh utama. Sosok yang bisa tersentuh, demam, dan terkulai lemas karena tulisan-tulisan di dunia yang tak nyata. Serta berhasil menembus sekat-sekat dan menemukan potensi dirinya di ruang tak terbatas. Pergulatan batin tokoh utama dalam menemukan jatidirinya di dunia yang nyata sangat menarik diikuti. Cerita di dalam novel ini begitu mengalir dan memenuhi setiap sudut imajinasi para pecinta dunia maya. Pembaca akan menemukan kesepahaman dan kegairahan yang sama dalam cara-cara berpikir sang tokoh utama. Satu ungkapan yang pantas untuk menggambarkan novel ini adalah ... Sangat menarik! (Ridwan Sanjaya, praktisi internet dan penulis buku-buku teknologi informasi, Lecturer at Unika Soegijapranata Semarang,Studied Graduate School of IT at Assumption University,Lives in Bangkok, Thailand,Freelance Author)




Novel yang sungguh menarik ...
Memodifikasikan antara kehidupan modernitas dunia maya yang kian menggila dengan religiusitas ...
Effek kehidupan sosialita maya yang kian menggerus nyata dengan tradisi kepatuhan penuh etika terhadap keluarga ......
Siapakah pemenangnya ...
(Ina YS)

Bagus banget. Sampai-sampai aku harus mencerna bolak-balik apa yang dimaksudkan.
Sastra-nya...duuuuh..... jempol dech..
(Istikumiyati-Penulis Buku Best Seller –Menjadi Pemenang Kehidupan)


Bahasanya keren! Nggak Nyangka!
(Mega Lie-Pelaku Bisnis)


Saya suka penjudulannya.
Kalau jalan cerita sih menarik. Tema cukuplah. Hanya kurang pendalaman sisi penokohan karakter dari sisi psikologi-nya saja.
(Ries, Pimred Majalah Nasional-Jakarta)


speechless..............
(Rabea- Mahasiswi Al Azhar Cairo)

Pena Hati Sang Kupu-kupu


Lupus merupakan penyakit autoimun yang dapat menyebabkan sistem imunitas tubuh berbalik menyerang jaringan dan organ tubuh
kita sendiri. Penyakit ini tergolong langka. Namun jumlah Odapus di
Indonesia sudah mencapai angka 8.693 atau meningkat dua kali
dibandingkan dengan tahun 2004 (kompas 2009). Meski Lupus
belum ada obatnya, namun semangat untuk terus berihktiar dan
semangat untuk berbagi dapat menjadi obat kedua bagi sahabat
Odapus.
Kumpulan puisi ini merupakan hasil dari pertemanan para Sahabat
Odapus melalui jejaring maya (facebook). Pengalaman adalah guru
terbaik. Sebuah slogan yang menggambarkan bahwa kekayaan
hati pada karya-karya sahabat ini dapat menebar inspirasi bagi para
sahabat Odapus khususnya dan bagi masyarakat umumnya. Irama
saling berbagi rasa dan juga bertukar pengalaman antara satu dan
lainnya membuat pertemanan ini semakin kokoh dan saling
menguatkan. Tidak hanya antarsahabat Odapus, namun bagi
masyarakat umumnya, kebermaknaan dalam hidup adalah
keindahan yang tiada duanya dan kebermaknaan tersebut bisa
dijaring melalui inspirasi dari kisah sahabat-sahabat Odapus.

Judul :PENA HATI SANG KUPU-KUPU
Penulis: Flacheya & Cempaka Ariyanti Dkk
ISBN : 978-602-98386-5-7
xiv +154
Rp. 40.000,-
Pesan via inbo HP atau sms 081228310203 tulis nama/alamat/jumlah/judul buku yg dipesan

Penulis denting nada cinta dan bengkel jiwa



Awy' A. Qolawun, nama pena dari : Alawy Aly Imron Muhammad

* ·Terlahir di Madinah Al-Munawwaroh, Kingdom of Saudi Arabia, pada 16 Agustus 1983
* ·Sulung dari 7 bersaudara, putera pasangan Bapak Aly Imron dan Ibu Titin Sufaero`
o ·Menempuh studinya di :

- MI Al-Islamiyah, Maduran-Lamongan (1990-1995)

- MDA Manba'ud Dalalah, Maduran-Lamongan (1990-1995)

- SMP Wachid Hasjim, Maduran-Lamongan (1995-1998)

- Marine English Course, Paciran-Lamongan (1998-2000)

- Pilot Project I.S.Y.S English Course SMU Wachid Hasjim, Maduran-Lamongan (2000-2001)

- PP. Nurul Anwar Parengan-Lamongan (1998-2002) dan menyelesaikan hafalan Al-Qur'an di pesantren ini pada tahun 2001

- PP. Darut Tauhid, Kedungsari-Purworejo-Jawa Tengah (2002-2003)

- Ma'had pengembangan dan dakwah Nurul Haromain, Pujon-Malang (2003-2004)

- Ribath Masyru' Al-Malikiyah lid Dirosah Al-Ulya fi ulumis Syari'ah wat tarbiyah (2004-...) Mekkah, Saudi Arabia. di bawah asuhan Dr.Sayyid Ahmad bin Muhammad Al-Maliky

* ·Aktif sejak belia di kepramukaan dan berbagai macam organisasi serta menjadi redaksi di beberapa media. Dan kini penulis adalah Staff FLP Saudi Arabia, divisi support system
* ·Telah menulis lebih dari 24 buku (14 di antaranya berbahasa arab, dan 4 karya sastra/nonfiksi), serta lebih dari 100 artikel lepas.
* ·Jika ingin kontak, kritik dan saran, hubungi :

- Email : alwyshyfa_786@yahoo.co.id

- FB : alwyemran@gmail.com

- Twitter : @awyyyy

Terbit di Hasfa Arias

untuk pemesanan, silakan kirim via message ke inbox fb HasfaPublisher

tulis nama/alamat/jml/judul buku yang dipesan.

mata yola


ENDORSMENT:



Dalam teks-teks kehidupan, kita acapkali menemukan fragmen-fragmen yang diolah dengan perbandingan - perbandingan akan sesuatu hal yang telah, sedang, dan akan terjadi, yang didalamnya fragmen-fragmen dari teks tersebut, mengajak kita untuk mengingat bahkan melakukan suatu tindakan, MATA YOLA – Yoyong Amilin adalah fragmen-fragmen utuh yang berangkat dari perenungan-perenungannya yang bersumber dari jejak pengalamannya.



(Eko Putra – Penyair)









Mengenal Penulis Mata Yola:

Yoyong Amilin,Kelahiran sekian tahun yang lalu di Desa Rantau sialang yang yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin,Palembang. Sekarang menetap bekerja di sebuah Perusahaan swasta di Jakarta. Karyanya termuat dalam antologi puisi dan kisah inspiratif menggenggam cahaya (Eska Publising 2008), terbit di majalah Girliezone, kompas.com, rumah dunia, dan antologi puisi penghujung tahun, antologi G30S. Buku Puisi tunggalnya berjudul Ornamen Kesunyian (Bisnis 2030). Yoyong dapat di sapa melalui: aryyamilin@gmail.com





Terbit di Hasfa Arias

untuk pemesanan, silakan kirim via message ke inbox fb HasfaPublisher

tulis nama/alamat/jml/judul buku yang dipesan.

SIMPANG JALAN


Kuliah di Universitas Widyatama Jurusan Bahasa Fakultas Bahasa Jepang angkatan 2007. Koordinator divisi Agitasi dan Propagandan Kesatuan Aksi Mahasiswa Universitas Widyatama (Kawan Widyatama). Menulis dimedia cetak nasional dan online seperti Media Indonesia, Kabar Indonesia, republika online, Kompasiana, Pemulismuda.com, inioke.com dan lain lain. Selain itu aktif blogging dengan berbagai genre seperti puisi, cerpen, fabel, fantasi, motivasi, hikmah, artikel politik nasional dan internasional, artikel kepemudaan serta kemahasiswaan di blog www.suguh-kurniawan.blogspot.com.



Pengalaman Jurnalistik Dan Menulis

* · Menjadi pembicara dalam debat mahasiswa di RRI Bandung dengan tema ‘100 hari pemerintahan SBY’.
* · Menjadi pembicara dalam debat mahasiswa di RRI Bandung dengan tema ‘Kisruh Aksi Mahasiswa Makasar’.
* · Menulis Artikel ‘Melawan Apatisme’ yang diterbitkan oleh harian Media Indonesia pada 22 November 2009.
* · Menulis Artikel ‘Menyontek, tawuran dan MTV’ yang diterbitkan oleh harian Media Indonesia pada 22 November 2009
* · Menulis Artikel ‘Menggugat Pragmatisme, Mendedikasikan Diri’, yang diterbitkan oleh harian Media Indonesia pada 28 Maret 2010.
* · Menulis artikel ‘Genderang Perang Ujung Tahun’ yang diterbitikan oleh republika online pada 31 Desember 2010.
* · Menulis cerpen ‘Hikayat Penciptaan Bintang’ yang diterbitkan oleh www.blog.gagas.net. Dimuat berkala (21 Oktober 2009 dan 28 Oktober 2009)
* Juara 1 lomba menulis esai se-Indonesia Tingkat Mahasiswa yang diselenggarakan oleh Kementrian Pemuda dan Olah Raga dan Forum Lingkar Pena dengan esai berjudul, “Wayang dan Etika Kepemimpinannya.” (28 Oktober 2010)
* · Juara 1 lomba menulis esai se-Indonesia Tingkat Mahasiswa yang diselenggarakan oleh UKM Belistra FKIP Universitas Tirtayasa dengan esai berjudul “Mahasiswa Dalam Prespektif Kearifan Lokal Masyarakat Sunda.” (20 Agustus 2010)
* · Juara 1 lomba menulis artikel dengan judul ‘Menggugat Kebangkitan Pemuda Islam Indonesia’ yang di selenggarakan oleh www.ranhae.com. (2009)
* · Juara 2 lomba menulis puisi ‘Give Spirit for Indonesia 2011’ yang diselenggarakan oleh Elianie Firdauzy (11 Januari 2011)
* · Juara 3 lomba penulisan diskursus AIDS Tahap III yang diselenggarakan oleh JOTHI dengan tulisan berjudul ‘Melawan Pelanggaran HAM Terhadap ODHA’. (April 2010)
* · Juara 2 lomba menulis esai yang diselenggarakan oleh Komunitas Penulis Muda Indonesia (www.penulismuda.com) dalam rangka memeringati wafatnya Chairil Anwar dengan esai judul ‘Metamorfosa Sastra Hingga Menggugah Dan Merubah.’ (Mei 2010)
* Menulis Puisi ‘Ayano Chan No Tameni’ dan ‘Mrs M’ yang diterbitkan secara online oleh PKM SENTRA (Pers Kampus Mahasiswa Universitas Widyatama Bandung)
* · Menulis Puisi ‘Monolog batu’ yang diterbitkan oleh Jumpa Online (Pers Kampus Mahasiswa Universitas Pasundan Bandung)
* Menulis artikel ‘Menakar Kadar Kepekaan Sosial Mahasiswa Angkatan 2009’ yang diterbitkan di Buletin Mahasiswa Kawan Widyatama.
* · Menulis puisi ‘Sumpah Mahasiswa (Gaol) Endonesia’ yang diterbitkan di Buletin Mahasiswa Kawan Widyatama.
* · Menulis artikel ‘Damai? Hapus Israel Dari Peta Dunia’ yang diterbitkan di Buletin Mahasiswa Kawan Widyatama, dan lain lain



Buku Yang Telah Diterbitkan

* ‘TITIK BALIK, Menerjang Rintangan Menggapai Masa Depan’, kompilasi 18 kisah Inspiratif, diterbitkan oleh Leutika Publisher pada 2010.
* Antologi ‘Puisi Phantasy Poetica’, diterbitkan Oleh PM Publisher pada 2010.
* Antologi Puisi Festival ‘Bulan Purnama Majapahit Trowulan 2010’. Diterbitkan oleh Dewan Kesenian Mojokorto pada 2010.
* Antologi Esai ‘MAHASISWA PEMBELA HAK ASAI MANUSIA’. Diterbitkan oleh UKM Belistra FKIP UNTIRTA Banten pada 2010.
* Antologi Cerpen ‘Writters 4 Indonesia’ Vol 9. Diterbitkan oleh writters4indonesia pada 2010.



Email
: suguhkurniawan@gmail.com

Blogspot
: www.suguh-kurniawan.blogspot.com

Kompasiana
: www.kompasiana.com/suguhkurniawan

Facebook
: suguh kurniawan/sanursukur@gmail.com

Twitter
: suguhkurniawan

Negeri Keranda (Kumcer)


Mengenal Penulis Negeri Keranda (Kumcer)

Nun Urnoto El-Banbary, lahir di Sumenep, tepatnya di pulau terapung. Sebuah pulau kecil yang terpencil bernama Giliraja, Kecamatan Giligenting, pada tanggal 14 Juni 1980.

Pendidikan terakhir adalah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidkan (STKIP) PGRI Sumenep, Jurusan Bahasa dan Sastra Inonesia, pada 2007. Tulisan-tulisannya baik Non Fiksi maupun Fiksi pernah dipublikasikan di Harian Radar Madura (Jawa Pos Group), Buletin Info, Buletin Dinamik, dan Buletin Nirmala, antara lain Non Fiksi: Otokritik Pendidikan dan Peradaban Pesantren, Halal Bihalal, Evolusi Pemahaman Keagamaan, Kedewasaan Beragama, Meluruskan Tafsir Keagamaan, Sastra yang Indah:Sastra Kemanusiaan, Kebangkitan Peradaban Madura, dan Kearifan Lokal. Fiksi: Surat Cinta Buat Salama Tiana, Wanita Dongeng, Negeri Keranda, Terkekang, Pemulung, dan Abdul Rakyat.

Penulis pernah nyantri di PP. Nurul Islam Karangcempaka selama 13 tahun sambil menyelesaikan kuliah. Penulis yang pernah jatuh “cinta” dengan Helvi Tiana Rosa ini pernah menjadi Pimred Buletin Dinamik dan Pembina Buletin Nirmala. Selain itu aktif di Forum Kajian Santri Giliraja yang pernah didirikannya. Saat ini sebagai ketua cabang FLP Sumenep 2008-2009 dan tengah membangun mimpinya menyatukan penulis di Sumenep ke dalam Forum Lingkar Pena. Obsesi Besarnya adalah mengalahkan J.K. Rowling. Kritik bisa dialamatkan ke facebook: Nun Urnoto Elbanbary atau via email: urnotoelbanbary@yahoo.co.id

Untung Wahyudi lahir di Sumenep dua puluh enam tahun yang lalu. Alumnus Pon Pes Mathlabul Ulum Jambu, Sumenep ini menggeluti dunia tulis menulis sejak masuk pesantren. Hobi membaca telah menyeret dan "memaksa"-nya untuk terus menulis, terutama karya fiksi. Beberapa karyanya baik fiksi maupun non fiksi dimuat antara lain di majalah Fadilah, Permata, Annida, Saksi dan Radar Madura (Jawa Pos Group). Salah satu cerpennya, Sahabat Sejati masuk dalam Antologi Sastra Pesantren Kopiah dan Kun Fayakuun (GitaNagari, 2003). Cerpennya Lingkaran Setan menjadi juara Harapan Pertama Lomba Menulis Cerpen Islami se-Jawa Timur yang diadakan FLP Jember (2006).

Penulis yang menyukai karya-karya Helvy Tiana Rosa ini pernah bergabung dengan majalah Sastra Pesantren Fadilah, Yogyakarta sebagai reporter (Juni-Desember 2003), Sekretaris ISMU (Organisasi santri, 2001-2002), Pimred buletin Al-Itqan (2001), Pimred Majalah El-Fikr (2004), dan sekarang menjabat sebagai ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Ranting Mathlabul Ulum, Sumenep periode 2006-2008 disela-sela kesibukannya sebagai staf pengajar di almamaternya. Kritik dan saran demi perbaikan bisa dilayangkan melalui : wahyudi_untung@yahoo.co.id atau blognya di : http://untunx83.mutiply.com/.

An-Niessa achizie, lahir di sumenep. Selain aktif di dunia kepenulisan, mahasiswi STKIP PGRI Sumenep ini aktif juga di komonitas KOSONG dan aktif di FLP Ranting 2009 sebagai sekretaris.