Sabtu, 11 Agustus 2012

Pengumuman Give Away

Terima kasih partisipasi teman - teman semua


Yang beruntung mendapatkan buku gratis dari Hasfa Publishing kali ini adalah :
1.Vanisa Desfriani : Dear Love
2. Wulan sari sri rejeki : Petitah

Selamat ya....

Tunggu event giveaway berikutnya ! Stay tune. 
Oh ya, jangan lupa ikutan EVENT REVIEW & FOTO buku - buku Hasfa Publishing ya.
Infonya ada di blog Hasfa ini juga. Dan di web http://hasfapublishing.com 

Kamis, 09 Agustus 2012

Menguak Wajah Ramadlan Dari Buku Petitah

Judul : PETITAH (Perjalanan Menuju Awal)
Penulis : a[rt]gus faizal
Halaman : 60 hal
Tahun : 2012
Penerbit : Hasfa Publishing
Sebagian besar masyarakat mempersepsi Ramadhan tidak hanya berpuasa dan tarawih, tetapi secara simultan dimaknai sebagai masa mendulang rejeki dalam berbisnis. Terbukti dengan lahirnya stan kuliner musiman, bazar dadakan, hinggabig sale di pusat perbelanjaan. Lantas, benarkah persiapan Ramadhan hanya perlu dari segi fisik?

Buku ini mengenakan latar bulan puasa agar mengisi 30 hari secara maksimal. Tetapi juga menarik dibaca pada musim umum lainnya karena akan menggugah emosi mengenai sikap kita dalam menjalani perintah agama. Sebuah buku yang mengelontorkan ironi di masyarakat. Semua mengenai kehidupan Ramadhan yang terjadi di lingkungan dekat. Mulai dari puasa, karakter masyarakat kita dalam berpuasa, hingga hiruk pikuk lebaran di ujung mata.

Penulis mampu menggebrak di awal dengan rasa jeri tidak dapat menuntaskan puasa sebulan penuh. Bisa saja seketika nyawa dipanggil oleh Sang Pemilik. Tulisannya meniupkan rasa gamang yang menyeruak pecah. Katanya mengiris hati pembaca sekaligus menampar agar kita tidak terlena dengan riuhnya acara televisi selama Ramadhan, atau terjebak pada pesona idola yang menjelma menjadi santun dalam sebulan. Apalagi masa Ramadhan kerap kali melahirkan ucapan di jejaring sosial unik atau baliho serta billboard yang marak. Semoga saja semuanya bukan sekedar barisan kalimat belaka. Penulis juga mendefinisikan Ramadhan sebagai masa perubahan yang tidak hanya dari segi luar. Justru Ramadhan adalah era untuk peka kepada sesama, dan sebagai obat rasa gundah. Benarkah? Bagaimana bisa? Tentu saja, buktinya penulis telah menjelaskan secara implisit bagaimana memiliki modal bahagia. Setelah membaca, pembaca akan tersadar betapa ringan dan mudahnya meraih kebahagiaan itu. Setiap kalimatnya akan membuka mata pembaca.

Penulis berhasil melukiskan ruang masjid selama Ramadhan dengan menggelitik.Untuk ruang masjid sebesar ini, tentu tidak imbang jika hanya tiga baris sajadah yang digelar hanya di bagian depannya saja. Padahal saat terawih tiba, para jamaah memenuhi hingga ke baris paling belakang. … Ketika waktu subuh berkesempatan menyambangi lagi, ternyata tiga baris sajadah itu terlalu banyak tergelar (hal.21). Dengan pemilihan diksi dan menonjolkan paradoks, penulis meledakkan pemahamannya dari hal-hal kecil tetapi penuh makna mendalam. Belum lagi ceritanya mengenai hubungan Ramadhan dengan Al Qur’an. Sampai apa saja sih yang menjadi ciri khas di bulan Ramadhan? Semua terkupas di buku ini.

Buku “Petitah” akan membuat pembaca mendesah panjang. Pemilihan kosa kata yang beragam tetapi menawarkan alur yang dekat dengan kehidupan kita. Pemaknaan cinta yang sebenarnya juga tertulis jelas. Bukankah banyak orang tengah mencari cinta? Penulis pun menunjukkan bagaimana waktu berputar yang terasa biasa, padahal di setiap detiknya  memiliki harta berharga. Seolah-olah penulis tengah bermunajat agar Ramadhan akan tercerap di setiap masyarakat, padahal sekaligus ikhtibar bagi pembaca.

Buku yang akan menjawab berbagai pertanyaan. Benarkah lebih ramai acara buka puasa bersama daripada aktifitas tarawih? Bagaimana dengan fenomena jamaah yang semakin menipis menjelang lebaran? Apakah saat semesta gelap pada bulan Ramadhan berjalan sama dengan hari-hari umumnya? Hingga penulis menuliskan tentang lebaran. Apakah kemenangan hanya dimeriahkan secara fisik? Atau haruskah terjebak dalam rasa sedih akan berpisah dengan Ramadhan?

Penulis menganalogikan kalau hidup mungkin permainan. Antara lakon dengan sutradara. Tanpa lupa mengingatkan pembaca kepada Sang Khalik. Tentu saja kitab suci sebagai pedoman hidup. Membeberkan bagaimana sumber tersebut akan membuat pembaca meraih kebahagiaan hakiki.
Memaknai jajaran kalimat sangkil di buku ini acapkali membuat pembaca terhenyak. Pemilihan kata yang puitis semakin mudah merasuk ke jiwa. Makna-makna yang tersirat menonjolkan realita terdekat. Akan berhasil membuat pembaca termenung meresapi tulisannya. Mungkin penulis berharap Ramadhan yang sesungguhnya mampu berdenyut kembali di masyarakat.

Nama a[rt]gus faizal memang memiliki daya tarik dalam setiap karyanya. Elemen kata-katanya yang penuh warna dan cerdas menjadi poin plus. Penulis buku Aletheia Cinta dan salah satu penulis di novel Mayasmara ini selalu menyajikan karya dengan kata yang berbobot. Dalam buku ini semakin mengukuhkan karakteristik gaya penulisannya. Dengan tema yang sederhana tetapi mampu membangun karya yang megah. Memaksa pembaca menginterpretasi hasil imajinasinya.
Pilihan a[rt]gus faizal  menggandeng penerbit Hasfa Publishing sangatlah tepat. Perusahaan yang sudah memiliki ikonik sebagai pencetak buku-buku berkelas. Idealisme yang tegas selalu terlukis di buku-bukunya. Namanya sudah menjadi jaminan untuk menghasilkan buku yang menjunjung intelektual penulis.

Mungkin aku bukan pecinta puisi. Tetapi aku sangat menikmati buku ini. Sebuah kreatifitas  yang mengeksplorasi kata perenungan sekaligus menggelitik pikiranku yang mengetengahkan cermin Ramadhan. Aku seakan terbawa dalam pelajaran terpemanai yang santai tetapi sarat ilmu. Bukan guru yang menggurui. Hanya aliran cerita yang menjadi pecutku untuk menjadi lebih baik. Ternyata, Idul Fitri bukan sekedar akhir Ramadhan. Oh ya??? lengkapnya ada di buku Petitah : Perjalanan Menuju Awal ini. Happy reading.

Review oleh Wuri N